BANDUNG BBCom-Komisi V DPRD Jawa Barat akan mengundang Dinas Pendidikan Jabar untuk membahas maraknya kriminalisasi guru oleh orang tua siswa. Bermunculannya pemidanaan terhadap pendidik ini harus segera disikapi agar tidak terus berulang.
Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar Yomanius Untung mengatakan, baru-baru ini terjadi kembali kriminalisasi guru di Kabupaten Subang. Guru kelas V SD Kartini di Kelurahan Coklat, Kecamatan Subang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Subang.
Padahal, kata Untung, guru tersebut hanya dituduh melakukan pembiaran saat siswa didiknya ada yang dicubit oleh siswa lain. “Ini sangat memprihatinkan. Guru mudah sekali dikriminalkan saat menjalankan tugasnya,” kata Untung di Gedung DPRD Jabar, Kota Bandung, Rabu (15/6).
Untung menuturkan, hal ini akan berdampak terhadap kualitas belajar mengajar jika terus dibiarkan. “Guru akan merasa takut, PBM tidak berjalan baik. Anak didik pun akan semakin berani melawan,” katanya.
Untung menjelaskan, perlindungan terhadap guru harus direalisasikan, terutama saat guru menghadapi kasus seperti ini. “Di undang-undang memang sudah ada perlindungan kepada guru ini. Makanya, dalam pertemuan (dengan Disdik Jabar) nanti kami ingin melakukan penelaahan, kok kriminalisasi ini bisa terus terjadi. Mendorong agar ada langkah-langkah penyelesaian masalah. Kita juga mendorong PGRI melakukan pendampingan,” bebernya.
Dihubungi terpisah, guru kelas V SD Kartini di Kelurahan Coklat, Kecamatan Subang, Kabupaten Subang yang menjadi korban kriminalisasi oleh orang tua siswa, R. Darajat Imandi, mengatakan, kasus yang menimpanya ini terjadi karena dirinya dianggap melakukan pembiaran saat anak didiknya dicubit oleh siswa lain.
Kejadian ini bermula pada 19 Oktober 2015 lalu, ketika ada perselisihan antara seorang siswa yang terkenal nakal dengan tiga siswi sekelas. “Anak itu (siswa laki-laki) memukul tiga siswi perempuan. Dia juga nginjek-nginjekin meja siswi itu. Lalu dia dicubit sama (siswa lain) seksi keamanan,” katanya.
Namun, kata dia, ulah siswa itu tidak berhenti sampai di sini. Saat jam pulang sekolah, siswa laki-laki ini mengancam akan memukuli tiga siswi tersebut.
“Saya mendapat laporan dari siswi yang diancam. Ya saya nasihati anaknya (yang ngancam), jangan seperti itu. Jangan ngancam-ngancam, jangan berantem, ini tempat belajar,” ujarnya.
Menyikapi ancaman tersebut, dirinya pun langsung berinisiatif mengantarkan tiga siswi tersebut pulang ke rumahnya masing-masing. “Tapi ketika di motor, anaknya ngejar lagi, mau mukulin siswi tadi. Saya gas saja biar enggak terkejar,” katanya.
Namun, tambah dia, keesokan harinya orang tua siswa laki-laki tersebut datang karena tidak terima dengan sikapnya. Sambil memarahinya, kakek siswa tersebut pun mengancam akan melaporkannya ke polisi.
“Setelah mengupayakan damai, orang tuanya meminta uang 15 juta. Kalau enggak dikasih, akan melaporkan ke polisi,” katanya.
Merasa tidak bersalah, Darajat pun tidak memenuhi permintaan tersebut. “Akhirnya dilakukan lagi upaya damai. Saya dan siswa saya sampai dipanggil ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Hingga akhirnya saya menerima surat penetapan sebagai tersangka dari Polres Subang pada hari ini (Rabu, 15 Juni 2016),” katanya.
Darajat merasa prihatin dengan adanya kejadian ini, karena hanya akan menjadikan guru tertekan.
“Guru tertekan. Kita jadi takut. Guru dikriminalisasi, kabayang Indonesia bakal bagaimana. Ka payuna bakal bahaya. (Ke depannya bakal bahaya,” pungkasnya.