Ia seseorang yang hebat dan kuat. Tempat aku pulang dan mengadu saat sakit atau saat dunia jahat kepadaku. Di kala pagi ia sudah terbangun dari waktu tidurnya yang seringkali tersita. Namun, ia tetap mampu melakukan berbagai hal dalam waktu bersamaan. Seseorang berhati lembut yang tidak pernah berhenti mengucap doa di setiap pertemuannya dengan Yang Maha Esa. Dia adalah Ibuku.
Ibuku seorang ibu rumah tangga yang sangat produktif, ia selalu ingin melakukan berbagai kegiatan di luar rumah untuk mengisi hari-harinya. Mulai dari menjadi manager tupperware, berjualan makanan ringan, mukena, dan apapun itu yang dapat memberi pundi-pundi uang halal.
Hingga suatu ketika kecelakaan terjadi, ia harus kehilangan pendengarannya. Sejak saat itu, baginya, dunia menjadi sunyi dan berbeda. Aku tahu ia sedih, tetapi ia selalu memperlihatkan kepada keluarga kami bahwa ia baik-baik saja, bahwa ia tetap mampu menjalankan kehidupannya seperti yang biasa ia lakukan.
Tempat tinggal kami berada di jalan raya yang tak pernah berhenti dilalui kendaraan bermotor, “biasanya saat duduk di ruang tamu, Ibu bisa dengar suara motor dan mobil berisik, tapi sekarang sepi, rasanya tenang seperti tinggal di desa,” ujarnya dengan diiringi senyuman. Diriku hancur dan runtuh mendengarnya.
Untuk berkomunikasi, ia mengandalkan penglihatannya. Ia harus memperhatikan ekspresi wajah dan gerakan bibir lawan bicaranya dengan baik. Sedangkan aku dan keluargaku mulai belajar untuk tidak berbicara terlalu cepat dan secara berulang agar ibu memahaminya.
Seringkali aku melihat beberapa orang yang tidak mengerti kondisi ibu menunjukkan raut wajah yang kesal karena harus mengulang pembicaraan karena terkadang ibu menjawab dengan jawaban yang tidak nyambung. Karena itu, keluarga kami selalu berusaha mendampinginya setiap kali ia akan pergi.
Terapi pendengaran telah ia coba, namun tidak memberikan efek yang signifikan. Ayah yang tidak paham mengenai alat bantu dengar pernah membelikan untuk ibu namun tidak berfungsi. Setelah aku mencoba untuk menguliknya, alat bantu dengar sama seperti kacamata, calon penggunanya harus melewati proses tes terlebih dahulu, tapi ibu selalu menolak, “buat kebutuhan yang lain aja,” katanya, ia selalu mendahulukan kepentingan anak-anaknya.
Hatinya selalu dipenuhi dengan cinta dan kebaikan. Dirinya selalu ada dalam doaku, aku hanya meminta agar ia selalu diberikan kesehatan, kebahagiaan, panjang umur, dan aku diberikan kemampuan untuk membahagiakannya suatu saat. (Rifdah Khalisha/PNJ)