Pro dan Kontra Sistem Zonasi

Oleh : Trisya Frida Y

(Foto oleh Trisya Frida : Salah satu guru SMPN di Jakarta sedang mengajar murid-murid di kelas)

Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi jenjang SMPN maupun SMAN menimbulkan pro dan kontra bagi calon peserta didik, orang tua murid, dan juga para guru di sekolah. Penerapan sistem zonasi ini mengharuskan calon peserta didik untuk menempuh pendidikan di sekolah yang memiliki radius terdekat dari domisili tempat tinggal mereka masing-masing.

Seleksi ini dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempuh tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang ditetapkan. Jarak dihitung berdasarkan jarak tempuh dari kelurahan atau kecamatan menuju ke sekolah. Jika jarak tempat tinggal sama, maka akan diprioritaskan dan dapat mendaftar lebih awal.

Dengan adanya hal ini banyak para calon peserta didik baru yang merasa resah. Mereka takut dan mungkin bisa merasa down karena tidak bisa diterima di sekolah yang mereka inginkan. Baik mereka yang nilainya rendah maupun tinggi sama-sama mengalami keresahan. Seperti yang diketahui bahwa sistem zonasi hanya berdasarkan jarak tempat tinggal bukan berdasarkan nilai.

Bagi para calon peserta didik yang nilainya cukup tinggi memilih kontra karena merasa dirugikan, mereka didahului dengan calon peserta didik lain yang jarak tempat tinggalnya masih dalam zonasi tapi nilainya rendah.

Sebaliknya, para calon peserta didik yang nilainya rendah memilih pro karena merasa diuntungkan, mereka dapat memilih sekolah yang masuk zonasi mereka walaupun nilai mereka mungkin kurang memadai.

Tidak sedikit juga para orang tua murid yang protes dan merasa kontra terhadap sistem zonasi ini. “Banyak wali murid yang protes ke saya katanya anaknya nilainya bagus tapi gabisa masuk sekolah yang difavoritkan karena sistem zonasi,” kata Bu Mul salah satu guru SMPN di Jakarta.

“Anak didik saya juga masih ada yang belum dapat sekolah negeri, bukan karena nilai ujian sekolah berstandar nasional (USBN)-nya jelek, tapi karena jarak rumahnya  yang  jauh sama sekolah yang dituju.,” kata Bu Mul.

Menurut yang disampaikan oleh Bu Mul yang merupakan seorang guru, sistem zonasi ini memang menimbulkan pro dan kontra bagi para calon peserta didik. Tetapi di samping itu semua, sistem ini merupakan kebijakan dari pemerintah yang sudah ditetapkan. Sebagai seorang guru pun ia hanya bisa mengikuti kebijakan yang sudah diberikan.

Pastinya kebijakan akan terus berubah setiap tahunnya, mungkin jika memang sistem zonasi ini terlalu merugikan dan malah membuat sistem pendidikan menjadi kurang baik maka akan diubah dengan sistem pendidikan yang lain yang dapat mengembangkan dan memajukan penidikan. Karena bagaimanapun juga kebijakan dibuat untuk perubahan yang lebih baik daripada sebelumnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *