Mengurangi Kawasan Kumuh, Upaya Menjadikan kota Cimahi Lebih Tertata

Oleh : Teddy Guswana

Kawasan perkotaan dalam perkembangannya senantiasa dihadapkan kepada berbagai persoalan kompleks yang perlu penanganan tepat dan terarah melibatkan berbagai sector dalam tatanan yang terkoordinasi dan terintegrasi berdasarkan pada tupoksinya masing masing. Pada kondisi ini maka para pemangku pemerintahan kota dituntut terus melahirkan pemikiran, kebijakan, dan tindakan guna mengeliminir persoalan persoalan yang terus berkembang.

Dari mulai pemerintahahan tingkat pusat, propinsi, tingkat kabupaten/kota dituntut untuk memiliki akselerasi didalam menggulirkan kebijakan pembangunan perkotaan. Untuk hal ini, berbagai aturan yang digulirkan oleh pemerintah pusat tampaknya memang sudah diupayakan untuk direspon oleh pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota melalui berbagai kebijakan pembangunan kota yang disesuaikan dengan kebutuhan yang ada di lapangan, serta disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Meskipun kompleksitas persoalan perkotaan memiliki perbedaan antara satu kota dengan kota lainnya karena adanya karakteristik yang tidak sama, namun yang pasti diantara beberapa persoalan cukup rumit yang dihadapi adalah adanya pertumbuhan rumah tidak layak huni dan kawasan kawasan kumuh sebagai akibat bertambahnya penduduk terutama akibat adanya urbanisasi. Dalam hal ini, mereka kaum urbanisan umumnya tidak memiliki tempat tinggal di perkotaan, sehingga mereka dengan segala upaya membangun rumah untuk tempat tinggal meskipun seadanya dan tidak memenuhi kelayakan serta umumnya berada di wilayah pinggiran, tetapi masih merupakan bagian dari wilayah perkotaan.

Karena tiap tahun kaum urbanisan yang datang ke wilayah perkotaan cenderung terus bertambah, maka pertumbuhan rumah tidak layak huni dan kawasan kumuh pun terus pula bermunculan.

Kondisi seperti itu, tidak terkecuali dihadapi juga oleh kota Cimahi. Meskipun usia kota ini masih relatif muda dilihat dari usia terbentuknya kota (sebelumnya kota administratif), namun penduduk kota ini terus bertambah terutama yang diakibatkan oleh urbanisasi. Setiap tahunnya kota Cimahi terus didatangi kaum urbanisan yang datang untuk mencari pekerjaan.

Bertambahnya arus urbanisasi ke kota Cimahi tidaklah terlepas dari banyaknya industri yang ada di kota ini seperti di wilayah Cibaligo dan sekitarnya. Di wilayah Cibodas dan nanjung juga yang masuk ke kawasan kota Cimahi, cukup banyak industri di daerah ini. Hal inilah yang kemudian menjadi pull factor (factor penarik) bagi datangnya kaum urbanisan ke kota Cimahi. Di kota Cimahi mereka ingin mendapatkan pekerjaan.

Diantara mereka kaum urbanisan memang ada yang beruntung mendapatkan pekerjaan di industri/pabrik. Namun tidak sedikit dari mereka yang terpaksa bekerja serabutan untuk mempertahankan hidup karena tidak berhasil diterima kerja di pabrik. Mereka yang bisa diterima bekerja di pabrik, kemudian tinggal di tempat tempat kos. Namun tempat kos yang mereka tinggali adalah tempat yang umumnya kurang memenuhi standar planologis perkotaan seperti tidak adanya drainase yang memadai, atau bahkan MCK nyapun masih asal asalan. Kondisi inilah yang kemudian menumbuhkan pemukiman tidak layak huni dan cenderung kumuh. Hal ini tampaknya tidak bisa dihindari dan merupakan konsekuensi dari wilayah perkotaan yang tengah berkembang seperti kota Cimahi.


Hanya persoalannya sekarang adalah bagaimana mengeliminir tumbuhnya rumah tidak layak huni dan kawasan kumuh agar tidak menjadi sisi suram dari eksistensi kota Cimahi. Inilah yang menjadi tugas dari pemerintah kota Cimahi untuk tidak henti membenahi kawasan kawasan tidak layak huni dan kawasan kumuh. Pasalnya kawasan kumuh tidak saja berada di daerah Cibaligo dan sekitarnya, tetapi terbesar di beberapa kecamatan.


Untuk mengatasi permasalahan tersebut, tampaknya. komitmen kota Cimahi untuk mengatasi kawasan kumuh hingga saat ini tidak pernah berhenti. Dengan anggaran yang ada, tindakan pemerintah kota Cimahi melalui dinas teknis yang dalam hal ini Dinas Perumahan dan pemukiman bisa dikatakan berhasil mengurangi kawasan kumuh.


Data yang berhasil dihimpun penulis dari beberapa sumber, pada tahun 2015 kawasan kumuh di kota Cimahi adalah sekitar 176,77 hektar. Pada tahun 2020 kawasan kumuhun ini berhasil dikurangi secara drastis menjadi 12,6 hektar. Ini betarti terjadi penurunan kawasan kumuh yang signifikan. Ini jelas prestasi yang patut diapresiasi.


Untuk mengatasi kawasan kumuh, jelas diperlukan anggaran tidak kecil. Oleh karenanya dengan anggaran yang bersumber dari pusat (DAK), bantuan propinsi, dan APBD kota Cimahi sendiri, penataan kawasan kumuh tentunya akan terus berlanjut. Dalam hal ini, menghilangkan sama sekali kawasan kumuh adalah hal yang masih jauh karena diperlukan anggaran tidak kecil. Namun dengan berkurangnya secara drastis kawasan kumuh dalam lima tahun terakhir, hal ini jelas menjadi indikasi keberhasilan mengurangi kawasan kumuh dan menjadi potensi untuk menjadikan kota Cimahi kearah yang lebih tertata. Dalam hal ini pemkot Cimahi melalui dinas teknis tentunya akan terus berkomitmen karena merupakan kepentingan untuk kemajuan pembangunan kota Cimahi. (advertorial)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *