Tantangan Mengejar Pendidikan Formal Untuk ABK

Pendidikan merupakan hak setiap warga negara, begitu bunyi dari Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, hal ini tentu berlaku untuk mereka anak berkebutuhan khusus (ABK) atau autisme.

Proses yang dilalui tak bisa dipungkiri tentu lebih sulit dan sangat membutuhkan peran orang tua.

Hartyo, atau yang akrab disapa Omat adalah salah satu anak berkebutuhan khusus yang menempuh jenjang D3 konsentrasi Seni di Politeknik Negeri Jakarta.

Dalam menjalani perkuliahan, Omat tak lepas dari campur tangan Ibunya, Della. Ibu Della sendiri memandang pendidikan adalah satu hal yang penting, dan juga termasuk hak Omat sebagai warga negara berkebutuhan khusus (WNBK).

“Jangan fokus pada kekurangannya, kita coba cari kelebihan yang dia punya,” kata Ibu Della. Melalui pendidikan, bakat dan potensi dapat digali dan dikembangkan. “Omat sendiri baru terlihat bakatnya di seni lukis saat di semester tiga, dan dosennya yang menyarankan untuk konsentrasi pada bidang seni lukis,” sambungnya.

Dilansir dari jurnal kesehatan www.depkes.go.id,sabar adalah modal utama yang dalam menangani anak berkebutuhan khusus,  ditambah membutuhkan waktu yang tak singkat juga untuk terapi dan pembinaan.

Ibu Della sendiri mengakui, merupakan tantangan untuk mengantarkan Omat pergi ke kampus setiap hari. Dari rumah ia sudah harus memastikan Omat dengan kondisi suasana hati yang baik hingga tiba di kampus.

“Kadang kalau moodnya lagi jelek dipaksa ke kampus yang ada malah gak belajar ganggu temannya,” ujar Ibu Della. Pemahaman tentang karakter ABK tentu dapat dimengerti orang tua dengan perhatian dan pengamatan dalam perilakunya sehari-hari.

Kesabaran dan peran orang tua untuk menemani anak berkebutuhan khusus dalam menempuh pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi bukan hal yang tidak mungkin. Kembali lagi pada keputusan orang tua dalam mengambil pilihan terbaik bagi anaknya.

Di samping lingkungan keluarga dan peran orang tua, lingkungan masyarakat juga penting dalam memudarkan stigma sehingga jangan sampai ada anak berkebutuhan khusus yang didiskriminasi. (Adhita Dian)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *