Khalifah Penakluk Konstatinopel

Feature

Penulis : Muhammad Ferdiansyah

Siapa yang tak kenal Muhammad Al Fatih?

Ya, dia adalah seorang raja atau khalifah kerajaan Utsmaniyah. Muhammad Al Fatih juga dikenal sebagai Mehmed II. Ia memerintah selama 31 tahun dan merupakan raja ketujuh kerajaan Utsmaniyah. Sosoknya sangat dikagumi banyak umat muslim karena terkenal akan sifat kepemimpinan dan ketangguhannya yang luar biasa. Akan tetapi, sosoknya pun ditakuti oleh para musuhnya karena kepandaiannya dalam membuat strategi peperangan yang sangat mumpuni. Bagaimana tidak? Saat berumur 21 tahun dia telah berhasil menaklukkan kota yang waktu itu diyakini sebagai kota dengan pertahanan benteng terkuat di Eropa. Kota tersebut bernama Konstatinopel yang merupakan ibu kota dari Kekaisaran Bizantium, Romawi. Muhammad Al Fatih adalah khalifah atau raja yang paling terkenal di antara raja-raja dinasti Utsmaniyah yang lainnya.

Muhammad Al Fatih lahir pada 30 Maret 1432 M di Erdine, ibu kota kerajaan Utsmaniyah saat itu. Ia adalah putera dari Raja Murad II yang merupakan raja keenam dinasti Utsmaniyah. Sejak kecil, Al Fatih sudah dididik dengan sangat baik. Ia dilatih oleh ayahnya agar kelak menjadi pemimpin yang baik dan tangguh.

Kepandaian seorang Al Fatih memang luar biasa. Kepandaian itu terbukti pada waktu kecil ia sudah menyelesaikan hafalan Al Quran 30 juz dan juga mempelajari hadis-hadis. Agama adalah pelajaran yang utama baginya. Hal ini terjadi karena perhatian ayahnya yang sangat besar kepadanya. Ayahnya sadar bahwa kelak dirinya akan digantikan oleh Al Fatih suatu saat nanti sehingga Al Fatih harus menjadi raja yang lebih baik darinya.

Akan tetapi, ia tidak hanya mempelajari bidang keagamaan. Bidang lain juga tidak kalah penting demi bekalnya nanti sebagai raja. Ia mempelajari matematika, sains, ilmu falak, dan bidang militer. Selain itu, ia juga diajarkan berbagai bahasa. Tidak main-main, ia sangat lancar berbahasa Turki, Arab, Persia, Ibrani, Latin, dan Yunani. Hal tersebut tidak akan terjadi jika ia tidak memiliki semangat dan daya juang yang tinggi untuk menuntut ilmu. Alangkah baiknya jika sifat tersebut dimiliki oleh kamu muda saat ini karena ilmu adalah jembatan terbaik untuk memajukan suatu bangsa.

Saat masih seumur jagung, Raja Murad II atau ayahnya juga memerintahkannya untuk memimpin suatu daerah di kerajaannya dengan bimbingan para ulama. Sang ayah memberikan perintah tersebut agar Al Fatih dapat mengerti bahwa menjadi pemimpin membutuhkan tanggung jawab dan keadilan yang besar. Pada akhirnya, ia mampu mengerjakan perintah tersebut sesuai dengan cara selayaknya seorang pemimpin karena bimbingan para ulama.

Waktunya menjadi khalifah pun tiba. Hal pertama yang dia rencanakan sebagai khalifah adalah menaklukkan kekaisaran Bizantium yang telah berkuasa selama 11 abad. Penaklukkan itu juga merupakan cita-cita para leluhurnya karena tidak ada yang pernah berhasil menghancurkan pertahanan benteng Romawi tersebut. Ia mulai membenahi pemerintahannya, terutama dari segi militer dan politik luar negerinya.

Pada 6 April 1453 M penyerangan dilakukan. Ia datang membawa 250.000 lebih pasukan dan 400 kapal perang. Strategi yang diciptakan oleh Al Fatih membuahkan hasil yang tidak dapat dipercaya. Ia dan pasukannya berhasil menaklukkan Konstatinopel yang menjadi pusat kekuatan Bizantium. Awalnya penyerangan ini terlihat sangat mustahil karena sebelum mencapai Konstatinopel terdapat pagar laut atau rantai yang membentang di semenanjung Tanduk Emas. Tidak mungkin sampai ke Konstatinopel sebelum melewati rantai tersebut. Ternyata, rantai tersebut tidak dapat dilewati oleh pasukan Al Fatih. Banyak kapal yang karam dan prajurit yang tewas saat mencoba melewati rantai. Al Fatih memikirkan cara lain selain melewati rantai tersebut.

Lalu, ia mendapatkan ide yang mungkin satu-satunya cara untuk sampai ke Konstatinopel. Al Fatih membawa kapal-kapalnya melintasi daratan karena tidak mungkin melewati rantai yang membentang. Pasukan Bizantium sangat tidak menduga hal tersebut. Mereka sama sekali tidak percaya Al Fatih bersama tentaranya berhasil menyebrangkan kapal-kapalnya melalui daratan hanya dalam waktu sehari karena di daratan itu terdapat pohon-pohon besar yang menghalangi.

Al Fatih bersama pasukannya akhirnya sampai di depan benteng Konstatinopel. Peperangan pun terjadi. Suara takbir dan meriam menggelegar di medan pertempuran. Korban banyak berjatuhan dari kedua belah pihak. Akhirnya, 29 Mei 1453 M, Konstatinopel benar-benar jatuh ke tangan dinasti Utsmaniyah. Peperangan ini merupakan kisah yang sangat mendunia karena kecerdikan strategi perang yang dilancarkan Al Fatih. Sejak saat itulah Sultan Mehmed II dikenal dengan nama Al Fatih (sang penakluk).

Banyak hal yang bisa diambil dari kisah hidup Al Fatih. Kepintaran dan kecerdasan yang dimilikinya tidak akan didapatkan jika ia bermalas-malasan. Kisah di atas adalah bukti bahwa giat belajar, disiplin, tekun, dan semangat merupakan faktor penting dalam proses menuntut ilmu yang tidak akan mengkhianati hasil. Tidak mudah menyerah, optimis, dan bertanggung jawab juga merupakan hal yang patut ditiru darinya. Selain itu, motivasi yang kuat juga dibutuhkan dalam sebuah proses pencapaian hidup.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *