BANDUNG BBCom-Seminar Nasional Teknik Publikasi Artikel Bereputasi Internasional dan Manajemen Agreditasi yang di selenggarakan di Hotel Papandayan, Bandung, Selasa (27/11). Bertujuan untuk memberikan wawasan kepada masyarakat, bahwa sebenarnya membuat jurnal bertaraf internasional mudah, dan biayanya pun tidak mahal, asal mau menjalankan prosesnya. Hal tersebut dikatakan, Dr.H. Dodi Sukmayana SE,MM, penyelenggara acara dari P3M.
Menurutnya, pengguna jasa jurnal predator akan rugi besar saat aplikasi mengatakan bahwa jurnal yang telah dibuatnya adalah jurnal predator.
“Sangat di sayangkan kalau mereka bayar mahal. Akhirnya jurnal yang mereka hasilkan itu jurnal yang tidak bermutu. Jadi akibatnya, kalau mereka ingin menaikkan tingkat, jenjang dosen, otomatis jurnalnya tidak akan diakui, karena memang jurnalnya dinilai jurnal predator,” ujar Dodi.
Dalam acara kegiatan seminar tersebut, pembicara adalah mereka yang mumpuni dibidangnya. Karena seminar tersebut hanya diperuntungkan bagi mahasiswa S3 se Bandung Raya banyak diburu mahasiswa-mahasiswa S3 dari beberapa provinsi lain di Indonesia. Diantaranya ada dari Universitas Tadulako (Sulteng) dan juga ada mahasiswa-mahasiswa asal Provinsi Riau. Sehingga panitia harus mengurangi jumlah peserta, jumlah peserta yang mendaftar mencapai 200 orang, padahal yang diminta hanya 100 orang. Toleransi jadi 150 peserta.
Menulis Artikel dan Jurnal Adalah Kewajiban Seorang Dosen
Prof Dr Uman Suherman AS M.Pd, Koordinator Kopertis Wilayah IV Jawa Barat, usai Seminar Nasional Teknik Publikasi Artikel Bereputasi Internasional dan Manajemen Agreditas mengatakan, jurnal predator adalah jurnal plagiat yang dibuat para pebisnis dengan tujuan mencari keuntungan semata. Bisnis tersebut tumbuh subur, karena dosen banyak yang tidak paham bagaimana cara menulis yang baik.
Dikatakannya, plagiat tersebut, bukan hanya plagiat kepada orang lain, tapi ada juga yang disebut, auto plagiat. Maka menulis artikel dan jurnal adalah kewajiban seorang dosen, agar mempunyai kapasitas yang bagus, dan layak untuk naik panggung.
“Pada saat saya menulis buku yang pertama, dan saya lupa menulis sumbernya, maka buku itu kena auto plagiat,” kata Prof Umam usai Seminar Nasional Teknik Publikasi Artikel Bereputasi Internasional dan Manajemen Agreditasi di Hotel Papandayan, Bandung, Selasa (27/11).
Dia juga menegaskan, jangan coba-coba menjadi seorang plagiator. Sebab saat ini banyak alat dan aplikasi yang bisa mendeteksi ada tidaknya unsur plagiat dalam karya tersebut. Selain itu, juga ada batas toleransi, mana karya yang pantas disebut plagiat atau karya asli.
“Kalau, hanya 20 persen itu bisa dimaklumi, kalau sudah sampai 75 persen. Harus diperbaiki. Terhadap yang 20 persen tersebut juga harus disebutkan sumber-sumbernya,” karanya.
Sumber dalam jurnal itu, tambah Prof Uman, juga bisa jadi tolak ukur terhadap keaslian sebuah karya, karena sumber juga harus tertera di dalam daftar pustaka. “Kalau tidak ada, maka disebut plagiat juga,” katanya.
Bila seorang dosen sudah bisa menulis artikel atau jurnal dengan baik, maka saat dia berbicara dia tidak hanya berkata lewat logika saja, tetapi berdasarkan hasil penelitian yang sudah teruji.
“Jadi dosen tersebut, saya katakan, punya nilai, punya kapasitas yang bagus dan layak untuk naik panggung,” pungkasnya. (***)