KAB. BANDUNG | BBCOM | Bupati Bandung Dr. HM. Dadang Supriatna mengungkapkan bahwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) lahir dilatarbelakangi dengan kesadaran kolektif para pemimpin umat Islam akan kebutuhan landasan kokoh untuk membina dan membimbing masyarakat muslim di Indonesia.
“Sekitar tahun 1975 dilahirkan MUI dan salah satu tugas fungsinya memberikan fatwa atau pendapat hukum Islam, atas berbagai persoalan agama dan kehidupan masyarakat, baik yang berkaitan dengan keagamaan, sosial, politik, ekonomi dan budaya,” kata Bupati Dadang Supriatna dalam sambutannya pada acara Pembukaan Musyawarah Daerah (Musda) ke-9 MUI Kabupaten Bandung di Hotel Sutan Raja Soreang, Sabtu (22/7/2023).
Bupati Bandung pun sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Ketua MUI Provinsi Jawa Barat, bahwa Kabupaten Bandung menolak segala bentuk yang berkaitan dengan kegiatan maupun komunitas LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender). “LGBT ini tidak sesuai dengan kaidah dan tidak sesuai dengan agama Islam,” ujar Bupati Bandung.
Dadang Supriatna menegaskan bahwa keberadaan LGBT tidak bisa dianggap sepele. “Saya minta kedepan, MUI pasca Musda ini untuk merumuskan dan membahas sama-sama dengan kami dan Kabag Hukum Pemkab Bandung untuk dibuatkan Perda larangan LGBT di Kabupaten Bandung. Ini merupakan salah satu fatwa MUI,” kata Bupati Bandung.
Terkait dengan fatwa itu, menurutnya, MUI memberikan masukan ke Pemerintah Kab. Bandung untuk menjadi suatu kebijakan yang dapat memberikan manfaat secara menyeluruh bagi masyarakat Kabupaten Bandung, ” ujarnya.
Ia juga mengaku kangen bertemu dan silaturahmi dengan para Ketua MUI Kecamatan di Kabupaten Bandung. “Karena saya jarang bertemu dengan para ketua MUI kecamatan se-Kabupaten Bandung,” katanya.
Di hadapan mereka, Bupati Bandung menjelaskan visi Kabupaten Bandung, yaitu terwujudnya masyarakat Kabupaten Bandung yang bangkit, edukatif, dinamis, agamis dan sejahtera (Bedas).
Selain itu, Dadang Supriatna menjelaskan lima misi Kabupaten Bandung, yaitu pertama membangkitkan daya saing daerah, kedua membuat sarana prasarana pendidikan dan kesehatan secara adil dan merata, ketiga bagaimana mengefektivitas kembali kreatifitas masyarakat, keempat tata kelola kehidupan masyarakat dan birokrasi dan nilai-nilai keagamaan, dan kelima bagaimana membantu masyarakat lemah.
“Dijabarkan menjadi 13 program prioritas. Pertama, memberikan insentif kepada para ulama, guru ngaji se-Kabupaten Bandung. Anggaran yang disiapkan untuk insentif guru ngaji sekitar Rp 109 miliar per tahun. Ini anggaran terbesar se-Indonesia,” kata Dadang Supriatna.
Ia meriwayatkan kenapa ada insentif guru ngaji, saat dirinya jadi kepala desa ada ustad sakit, kemudian dibawa ke rumah sakit. Pada saat itu belum ada BPJS Kesehatan, sehingga untuk penanganan dan membantu ustad yang sakit di rumah sakit, Kang DS sempat menyimpan KTP untuk jaminan di rumah sakit.
“Ustadz yang sakit setelah sehat, akhirnya bisa pulang dari rumah sakit ke rumah,” katanya. (uden)