Yunandar Minta Pemprov Jabar Fokus Dalam Membahas Ketahanan Pangan

BANDUNG | BBCOM | Yunandar Rukhiadi Eka Perwira, Sekretaris Komisi II Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat lebih serius dalam menyelesaikan masalah ketahanan pangan daerahnya. Menurutnya selama ini ketahanan pangan belum menjadi fokus. Perlu ada konsep yang terukur, baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk menjamin keberlangsungan ketersediaan pangan untuk masyarakat Jawa Barat.

“Menurut saya, Pemprov Jabar belum ada keseriusan dalam membahas konsep ketahanan pangan, mau seperti apa. Sementara kita itu sesungguhnya dalam posisi yang tidak begitu baik dalam ketahanan pangan. Harusnya masalah ini jadi perhatian secara khusus. Jadi fokus dan jangan kemana-mana. Jangan semua mau digarap. Padahal tidak begitu seharusnya. Harus ada konsep yang paling tepat, untuk kondisi permasalahan sekarang. Pangan harusnya nomor satu, karena selain kita bukan penghasil. Ditambah dengan adanya pandemi Covid-19, kita semakin sulit. Terutama memperoleh pangan dari luar,” ujar Yunandar Senin (1/2).

Yunandar menambahkan, kerja sama antara Pemprov Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam memenuhi kebutuhan daging dan lobster sudah cukup tepat. Hanya saja langkah tersebut menurutnya jangka pendek. Perlu ada konsep jangka panjang yang harus dikembangkan, untuk menjamin kebutuhan masyarakat. “Menurut saya, perlu ada konsep jangka panjangnya. Bisa melakukan kemandirian pangan, dengan membuat kerjasama kepada daerah lain untuk membangun food estate. Atau dengan membuat kontrak kerjasama jangka panjang agar daerah produsen menjual produknya khusus ke kita,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Pemprov Jawa Barat juga harus membuat regulasi khusus terkait ketahanan pangan. “Perlu ada regulasi mengenai ketahanan pangan. Strateginya seperti apa? Programnya bagaimana? Ada dinas khusus yang dibiayai secara signifikan untuk melakukan itu. Kalau kita lihat di APBD sekarang, seluruh dinas terkait pangan ini malah dipotong habis-habisan untuk Covid. Harusnya berjalan seiring. Anggaran untuk Covid besar, ketahanan pangan juga besar. Sekarang ini kelihatan tidak fokus. Bahwa kita ingin menuju ketahanan pangan tapi tidak didukung,” lanjutnya.

Terkait itu, menurut Yunandar, harus ada konsep yang jelas, kemana arah ketahanan pangan di Jawa Barat akan bermuara. Baik melakukan kemandirian atau memenuhinya dari luar. “Perlu arah dan fokus yang jelas,” ujarnya. Tak hanya itu, Yunandar juga mempertanyakan kebijakan Gubernur Provinsi Jawa Barat Ridwan Kamil membangun program petani milenial. Karena, Yunandar menilai, belum ada konsep dan tujuan program yang jelas. “Apakah akan ditujukan untuk ketahanan pangan atau hanya sekedar meningkatkan jumlah petani,” ujarnya.

Kesimpulannya, sampai saat ini menurut Yunandar belum mendapatkan kejelasan mengenai konsep dan strategi ketahanan pangan di Jawa Barat. “Padahal tinggal pilih aja, mau mandiri atau beli dari luar? Kalau mau mandiri jangan tanggung-tanggung. Misalnya 10% APBD difokuskan pada pertanian. Itu serius. Ini malah ada program petani milenial. Tidak ada kaitannya dengan urusan pangan,” ungkapnya. Kalau mau mandiri tidak cukup hanya dengan program lima ribu petani, itu terlalu kecil, karena setiap tahun kita kehilangan ratusan ribu petani. Kemudian juga harus menjamin kesejahteraannya yaitu dengan memastikan harga belinya jangan dibeli murah. Jika tidak begitu, bagaimana anak-anak milenial di Jawa Barat mau petani,” ungkapnya.

“Kalau hanya memproduksi produk pangan dengan harga murah, itu bukan solusi ketahanan pangan. Hanya solusi menambah jumlah petani. Saran saya, konkret dengan keterbatasan lahan kita, sebaiknya Pemprov Jawa Barat datang ke Provinsi Sulawesi Selatan atau Jawa Timur. Buat framing contract disana. Lewat BUMD, jangka pendek dengan kontrak jual beli. Jangka panjang ya dengan membangun food estate. Begitulah serius. Bagaimana dengan program saat ini, bagaimana dengan sumber daya manusia, bagaimana meningkatkan teknologi, bukan untuk Sebutkan sistem rantai pasoknya. Tidak sesederhana itu, dengan mengajak anak-anak milenial menjadi petani. Harus ada kejelasan tentang masa depannya juga, kalau memang ingin jalan,” pungkasnya. (adv/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *