Oleh Yanyan Supiyanti, A.Md. Pendidik Generasi
Sebanyak 101 ribu warga Kota Bandung masih berkategori miskin. Dilansir Detik Jabar (12-8-2024), penduduk miskin di Kota Bandung mengalami penurunan per Maret 2024, tersisa 101.100 warga yang masuk kategori miskin.
Penduduk miskin di Kota Bandung menurut BPS (Badan Pusat Statistik) pada Maret 2024 berkurang 1.700 jiwa dibanding Maret 2023 sebanyak 102.800 jiwa.
Garis Kemiskinan (GK) Kota Bandung menurut BPS pada Maret 2024 sebesar Rp614.707 per kapita per bulan, terjadi peningkatan 3,99 persen atau sebesar 23.583 dibandingkan GK pada Maret 2023 yang besarnya Rp591.124.
Garis Kemiskinan (GK) ini merupakan suatu representasi dari jumlah rupiah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minuman, makanan, dan kebutuhan pokok bukan makanan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin.
Meski dicatat ada penurunan, tetapi batas kebutuhan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok minuman, makanan, dan kebutuhan pokok bukan makanan begitu rendah yaitu 614.707.
Ada juga Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) pada Maret 2024 sebesar 0,60 naik 0,01 poin dibandingkan Maret 2023 yang besarnya 0,59. Sedangkan periode Maret 2023 – Maret 2024. Serta Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan dari 0,14 turun 0,01 poin dibandingkan Maret 2023 yakni 0,15.
Selanjutnya, BPS menyebut Kota Bandung sebagai ibu kota Jawa Barat beserta wilayah di sekitarnya merupakan salah satu dari rangkaian wilayah tingkat II dengan tingkat pembangunan ekonomi yang relatif dinamis.
Di Bandung Raya, tingkat kemiskinan terendah yakni Kota Bandung sebesar 3,87% atau 101.100 jiwa, diikuti oleh Kota Cimahi 4,29% atau 27.000 jiwa dan Kabupaten Bandung 6,19% atau 239.870 jiwa. Sedangkan tingkat kemiskinan tertinggi di Bandung Raya adalah Kabupaten Bandung Barat 10,49% atau 179.70/ jiwa dan Kabupaten Sumedang 9,10% atau 108.890 jiwa.
Standar Kemiskinan
Kemiskinan merupakan fakta yang jika dilihat dari sudut pandang mana pun seharusnya memiliki pengertian yang sesuai dengan realitasnya. Sistem saat ini memiliki standar kemiskinan yang berbeda-beda dan tidak memiliki batasan yang baku. Mereka memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan atas barang/jasa secara mutlak.
Standar kemiskinan dihitung sebatas angka tanpa memperhatikan fakta yang sebenarnya. Hal ini berpeluang berubah-ubah sesuai kepentingan yang berkuasa. Dengan berubahnya standar kemiskinan, penguasa bisa mengklaim angka kemiskinan menurun dan dianggap berhasil mengentaskan kemiskinan. Sistem kapitalisme yang tengah ditetapkan saat ini tidak hadir untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi merawat kemiskinan.
Islam Satu-Satunya Sistem yang Menyejahterakan
Sistem Islam memiliki tolok ukur kemiskinan, yakni sejauh mana seseorang memenuhi kebutuhan primernya berupa pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan. Apakah terpenuhi atau tidak. Negara harus benar-benar memastikan kebutuhan rakyatnya terpenuhi.
Mekanisme Islam dalam menyelesaikan masalah kemiskinan, di antaranya, pertama, negara menjamin terpenuhinya kebutuhan primer. Di sini bukan berarti negara membagikan secara cuma-cuma makanan, pakaian, atau rumah kepada rakyatnya, hal ini akan membuat mereka bermalas-malasan karena sudah terpenuhi kebutuhannya. Jaminan tersebut dimaksudkan untuk diwujudkan dengan pengaturan serta mekanisme yang dapat menjadi solusi atas permasalahan kemiskinan.
Islam mewajibkan laki-laki menafkahi diri dan keluarganya. Jika laki-laki yang menjadi kepala keluarga terhalang mencari nafkah, seperti meninggal, cacat mental atau fisik, sakit-sakitan, atau usia lanjut, dsb, kewajiban nafkah dibebankan kepada kerabat dekat dari pihak laki-laki. Jika seseorang tidak mempunyai kerabat atau memiliki kerabat tapi hidupnya pas-pasan, maka yang berkewajiban memberikan nafkah adalah negara melalui baitulmal (kas negara). Jika kas negara kosong, maka kewajiban nafkah beralih kepada kaum muslim secara kolektif.
Kedua, pembagian kepemilikan secara benar. Ada 3 kepemilikan dalam Islam, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Dalam kepemilikan individu, siapa pun boleh memenuhi kebutuhannya dengan cara yang dibenarkan Islam. Sedangkan kepemilikan umum dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, bisa berupa harga murah atau bahkan gratis. Dan kepemilikan negara dikelola oleh negara dan diperuntukkan untuk kenegaraan.
Ketiga, distribusi kekayaan yang merata. Pendistribusian harta secara langsung wajib dilakukan oleh negara kepada rakyatnya. Misal, negara memberikan sebidang tanah kepada rakyatnya yang mampu untuk mengelola tanah tersebut. Setiap individu berhak menghidupkan tanah mati dengan menggarapnya, dengan peran negara ia berhak memilikinya. Negara juga berhak mengambil tanah yang ditelantarkan pemiliknya selama tiga tahun berturut-turut.
Betapa syariat Islam menciptakan distribusi kekayaan sekaligus menciptakan produktivitas SDA dan SDM, yang hal tersebut dapat mengatasi masalah kemiskinan.
Keempat, pembangunan ekonomi bertumpu pada sektor riil, bukan nonriil. Kapitalisme sangat rapuh dan rentan krisis, karena ditopang ekonomi nonriil, seperti jual beli saham, sekuritas, obligasi, dsb. Serta merebaknya transaksi ribawi, seperti utang-piutang berbasis bunga. Dengan pembangunan dan pengembangan ekonomi di sektor riil, Krisi ekonomi tidak akan terulang.
Islam memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar bagi rakyatnya secara individu per individu, bukan dengan perhitungan kasar berupa total pengeluaran. Islam memiliki mekanisme berupa patroli yang dilakukan oleh kepala negara atau wakilnya, sehingga bisa menyisir warga dari rumah ke rumah untuk memastikan setiap warganya sudah terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Tengok saat Khalifah Umar bin Khattab ra. melakukan patroli setiap hari hingga malam hari. Beliau mendatangi tiap rumah warga untuk memastikan mereka bisa tidur nyenyak karena perutnya sudah kenyang. Ketika ada warga yang tidak bisa makan, beliau segera mengetahuinya seketika. Satu malam beliau patroli dari rumah ke rumah warganya, didapati seorang janda yang sedang merebus batu untuk membujuk anaknya yang kelaparan. Khalifah Umar langsung mengambil sekarung gandum dan bahan makanan lainnya dari baitulmal dengan memanggul sendiri dan menyerahkan langsung kepada ibu yang sedang merebus batu tersebut, karena tanggung jawabnya sebagai kepala negara. Fakta kemiskinan tersebut langsung diketahui kepala negara dan langsung disolusi.
Tengok pula masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717—720 M). Meskipun hanya 3 tahun memimpin, cicit Khalifah Umar bin Khattab ra. ini telah berhasil menyejahterakan rakyatnya. Yahya bin Said, seorang petugas zakat kala itu mengatakan bahwa ketika hendak membagikan zakat, tidak ia jumpai satu orang miskin pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan setiap individu rakyat saat itu berkecukupan. (Ibnu Abdil Hakam, Sirah Umar bin Abdul Aziz). Indahnya Islam bila diterapkan. Wallahualam bissawab.