Semilir angin berhembus di antara rimbunan pepohonan. Air danau berkilau memantulkan sinar matahari sore. Di tengahnya, terdapat beberapa sepeda air yang dinaiki pengunjung untuk berkeliling. Wajar saja, biaya yang dipungut hanya Rp10.000 saja.
Itulah Setu Babakan. Terletak di Kelurahan Serengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Selain berfungsi untuk tempat wisata, danau ini juga berfungsi sebagai pusat perkampungan budaya Betawi. Di tempat inilah budaya Betawi dipertahankan dan dibudidayakan melalui permukiman yang masih kental akan budayanya.
Setu Babakan dilengkapi dengan museum yang dapat dikunjungi para wisatawan untuk mengetahui informasi seputar budaya Betawi. Namun, museum ini hanya dibuka hingga pukul empat sore, selepasnya pengunjung hanya dapat merasakan bagian luarnya saja.
Tak hanya itu, berbagai warung serta tempat jajanan yang terdapat di pinggir danau Setu Babakan menjadi spot yang paling banyak disinggahi para pengunjung. Jajanan yang dijual pun merupakan makanan dan minuman khas Betawi, seperti kerak telor, bir pletok, laksa, dan lain-lain.
Hal ini pun diakui oleh Saiman. Penjual kerak telor ini mengaku bahwa dagangannya cukup banyak dibeli pengunjung. “Biasanya pengunjung banyak datang sore hari, selepas ashar. Beli kerak telor untuk menemani ngobrol,” katanya.
“Tapi yang paling ramai itu tetap kalau ada acara di sini. Misalnya pas ulang tahun Jakarta. Itu banyak pengunjung yang datang. Bahkan bukan yang asal Jakarta saja, yang dari luar kota juga pada ke sini untuk sekadar merasakan suasananya aja,” lanjut Saiman.
Perkampungan seluas 294 hektare ini masih didominasi oleh rumah Kebaya, yaitu rumah adat Betawi yang khas dengan terasnya yang luas. Tak hanya itu, rumah-rumah tersebut juga dilengkapi dengan berbagai ornamen yang menjadi ciri khas. Salah satunya yaitu Langkan, yang merupakan pagar pembatas teras berbahan kayu.
Tak jarang penghuni rumah di Setu Babakan memajang ondel-ondel di teras rumahnya. Ada yang memajangnya hanya untuk hiasan saja, tetapi ada juga yang sengaja menjajakannya untuk dijual kepada pengunjung tempat wisata ini.
“Yang dipajang di depan itu biasanya dijual untuk pengunjung, barangkali ada yang minat. Apalagi rumah ini kan rumah pribadi, jadi nggak bayar sewa tempat, lumayan buat nambah penghasilan sehari-hari,” ujar Nur, salah satu warga Perkampungan Betawi.
Bukan hanya bonekanya saja, Nur juga menjual pernak-pernik berbentuk ondel-ondel yang bisa digunakan atau dikoleksi oleh para pengunjung. Misalnya, gantungan kunci ondel-ondel, miniatur ondel-ondel, topeng ondel-ondel, dan sebagainya.
Nur berharap dengan menjual pernak-pernik khas Betawi, ia dapat ikut serta melestarikan budaya nenek moyangnya, yaitu budaya Betawi. (Adityasari Dwi/PNJ)