BANDUNG BBCom-Hingga saat ini pandangan masyarakat terhadap kaum tunanetra selalu dikaitkan denganprofesi tukang pijit. Meski pandangan ini tidak keliru, namun kaum tunanetra sebetulnya bisamelakukan profesi lain, dan hal ini yang dikembangkan di lingkungan Panti Sosial Bina Netra(PSBN), yang berlokasi di Jl. Pajajaran, Bandung.
Menurut Humas PSBN, Suhendar, SH, pendidikan kaum tuna netra di lingkungan PSBN dibagi dua yaitu pendidikan formal dan non formal. Peserta didik pada pendidikan formal kurang lebih 100 orang, dan pada pendidikan formal berjumlah 75orang. Lama waktu pendidikan non formal antara 2 – 4 tahun, dan pada pendidikan formal terdapat jenjang pendidikan SD, SMP, SMA.
“Pada pendidikan formal, kurikulum mengacukepada standar nasional, disesuaikan dengan peserta didik. Sedangkan pada Pendidikan nonformal, yang diberikan kepada mereka selain keterampilan pijat shiatsu dan massage, juga adapendidikan music dan keterampilan lain. Bahkan sekarang ini tedapat program broadcaster.
Dengan demikian, secara kelembagaan PSBN terus berupaya berinovasi memberikan beragam keterampilan kepada kaum tuna netraf”. Suhendar menjelaskan, lulusan PSBN terutama dari pendidikan formal ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Tahun kemarin (2017 – red), yang meneruskan ke Perguruan Tinggi ada 6 orang. Bahkan yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri ada 3 orang.
‘Hal ini membuktikan adanya minat yang cukup tinggi dari kaum tune netra untuk biSA mengenyam pendidikan tinggi.,Sedangkan lulusan pendidikan NON formalnya mereka menerjuni profesiyang bisa menghidupi mereka sendiri. Bahkan ada beberapa tuna netra lulusan PSBN yang bermain music di beberapa café”, ujar Suhendar.
“Selama ini stigma masyarakat terhadap kaum tuna netra selalu saja dikaitkan dengan profesi tukang pijit. Karenanya PSBN berusaha merubah stigma masyarakat seperti itu melalui inovasi inovasi sehingga profesi yang bisa diterjuni oleh kaum tunanetra akan beragam. Saat ini lulusan PSBN terutama lulusan pendidikan formal bisa mengikuti tes tes masuk CPNS, BUMD, bahkan ada yang sudah bisa menjadi telemarketing bank di Jakarta.
Hal ini merupakan kondisiyang diharapkan bisa merubah stigma di masyarakat terhadap kaum tunanetra. Memang merubahstigma itu tidaklah mudah. Tetapi seiring berjalannya waktu, stigma seperti itu akan berubah”,tegas Suhendar.
Hanya saja, menurut Suhendar, hingga saat ini dalam upaya menyalurkan lulusan kaumtuna netra ke dunia kerja masih terdapat kendala.
“Kendalanya lebih kepada kurang adanyaketerlibatan kementrian lain yang seyogyanya turut berperan didalam menyalurkan kaumtunanetra. Selama ini yang berperan hanyalah Kementrian Sosial. Padahal perlu juga peran dari Kementrian Tenaga Kerja dan Kementrian Dalam Negeri untuk turut serta memberikan peluang kepada kaum tunanetra agar mereka bisa memperoleh peluang di dunia kerja, baik swasta maupun pemerintah”.
Tidak hanya itu, lingkungan kerja swasta dan BUMD maupun BUMN juga perlu memberikan peluang kepada kaum tunanetra untuk bisa berkiprah didalamnya. “Kalau mereka tidak diberi peluang, bagaimana kalangan dunia usaha mengetahui potensi dan kemampuanmereka.
“Untuk itu, sudah saatnya kaum tunanetra yang telah mendapat pendidikan formalmaupun non formal diberi peluang yang memadai”, harap Siuhendar.
Melalui pendidikan di lingkungan PSBN, tandas Suhendar, ke depan kaum tunanerta diharapkan akan lebih banyak yang terlibat dalam dunia kerja dan mengisi posisi posisi strategis,baik di pemerintahan maupun di swasta. (ted)