Salah satu bulan yang membuatku terkesan tiap tahun adalah bulan Ramadan. Bagaimana tidak, perjalanan yang aku lalui sebagai penganut Nasrani menjadi lebih indah dan bewarna dikelilingi oleh sahabat yang beragam latar belakang. Bukannya aku yang menghormati mereka berpuasa tetapi mereka yang mengingatku agar tidak sungkan jika makan atau minum di hadapan mereka, tentu saja bahwa aku yang dihormati.
Penulis : Yando Yehezkiel/Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta,Jurusan teknik Grafika dan Penerbitan
Sejak kecil aku menjalani hidup dan dikelilingi oleh sahabatku yang beragama muslim, tidak pernah pandang bulu ataupun menutup urat malu. Menjadi lepas seketika aku dipeluk erat dalam setiap naik turun hidupku, mereka juga begitu menghargai setiap apa yang kulakukan dalam agamaku. Aku juga belajar bahwa hidup bukan hanya tentang siapa kamu dan aku, tapi siapa kita sehingga bisa menjadi satu.
Hari demi hari kulalui bersama mereka. Ketika jam-jam fajar ingin menampakan wajahnya ke permukaan langit, aku kerap membangunkan mereka untuk menunaikan sahur. Aku melihat sebuah antusias dari sebuah mata yang amat semangat untuk menjalani puasa. Malah terkadang akupun juga tenggelam dalam sebuah atmosfer sahur sehingga membawa diriku ikut sahur bersama teman-teman di teras depan sebuah kamar kecil.
Ketika fajar bangkit dari balik sudut timur bumi, kami sejenak melanjutkan kelapnya tidur untuk mengawali aktifitas keseharian kami. Teriknya matahari kala siang hari, dahaga yang mulai menjadi liar, tak henti kuucapkan semangat kepada setiap sahabatku untuk menunggunya matahari terbenam yaitu waktu buka puasa.
Pada waktu menunggu buka puasa, aku menemani rekanku untuk membeli makanan. Hal yang sangat buatku terkesan di bulan Ramadan adalah sebuah hiruk pikuk masyarakat di jalanan, beragamnya makanan yang dijual, ramainya orang-orang mencari sebuah hidangan buka puasa tentu saja aku menjadi sangat senang akan euforia bulan puasa.
Waktu buka puasa tiba tak lama kami menyantap makanan dengan hebatnya kegembiraan dan kebersamaan. Aku teramat haru untuk sebuah kebersamaan yang tidak pernah dibatasi oleh sebuah perbedaan, buatku semakin percaya bahwa kebahagian bukan dicari tapi dibuat. Jangan tunggu waktunya tapi buat waktunya selagi masih sempat. (***)