Pemerintah Daerah Berjuang di Lahan Basah

Ina Agustiani, S.Pd

Oleh. Ina Agustiani, S.Pd (Pegiat Literasi, Praktisi Pendidikan)

Seharusnya untuk mencapai kesejahteraan, rakyat tak perlu dirisaukan sumbernya darimana. Tetapi saat ini semua seolah lempar tanggung jawab, pemerintah pusat atau daerah, siapa yang harus membiayai ibunya. Ibarat dalam keluarga, anak pertama dan anak tengah, siapa yang harus menanggung hidup anak bungsu, manakala orang tuanya sudah tiada…..

Digagasnya sebuah program oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat untuk mendorong penguatan peran kecamatan dalam urusan pemerintahan, melalui West Java District Empowerment (WJDE). Dodo Suhendar selaku Plh. Asisten Daerah 1 Setda Provinsi Jabar mengungkapkan adanya dorongan sebanyak 627 kecamatan untuk mengakselerasi pencapaian di daerahnya dengan mempercepat dan mengoptimalkan pembangunan.

Diantaranya dilakukan Key Performance Indicator (KIP) adalah upaya Jabar zero stunting, zero miskin ekstrim, dan penerbitan satu juta NIB (Nomor Induk Berusaha). Kedepannya akan ada “one distric one inovation” dimana setiap satu kecamatan harus ada satu inovasi, dan untuk kelangsungannya ada kredit usaha rakyat (KUR), dan pemberdayaan UMKM.

Tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, setiap pemda diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Kecamatan sebagai perangkat daerah yang langsung terhubung dengan masyarakat harus menjadi garda terdepan dalam memberi pelayanan , pemerdayaan serta inovasi yang memadai dalam hal ekonomi. Maka dari itu harus ada penguatan terhadap 627 kecamatan yang ada di Jabar, diantaranya roda penggerak cuannya 60 persen adalah perempuan membutuhkan inovasi. Jadi program WJDE murni dalam peningkatan ekonomi keluarga.

Pemda Kerja Lebih Keras

Melihat yang dibebankan kepada pemda, terlebih untuk camat, tentunya kita berpikir apakah kebijakan ini relevan dengan apa yang ada saat ini. Tidak semua daerah kaya akan sumber daya alam, apalagi beberapa daerah baru merangkak roda perekonomiannya setelah bencana gempa terjadi.

Komentar bapak Gubernur Jabar, Bey Machmudin  telah melaksanakan rapat koordinasi bersama para camat se-Jabar, bahwa untuk memepercepat pembangunan harus dilihat peningkatan indeks pembangunan manusia, pengembangan ekonomi lokal, penurunan angka kemiskinan, stunting hingga penguatan daya saing daerah. Camat diharapkan menjadi motor penggerak dalam roda pembangunan.

Ini akan sangat berkaitan dengan Proyek Strategis Negara (PSN) dimana negara mengukur pertumbuhan, peningkatan dan pemerataan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat daerah. Dan harus ada sinkronisasi strategi rencana. Contohnya atas titah pemerintah pusat, pemda harus berhadapan dengan lahan masyarakat yang menjadi tempat hidup mereka. Lahan ini bisa jadi untuk bertani, berkebun, pantai, terkadang pembebasan lahan memerlukan energi ekstra terkadang terjadi bentrok karena ada perlawanan, belum lagi jika uang ganti rugi tidak sepadan.

Selanjutnya pusat sudah mendeklarasi akan ada pelabuhan utama baru, atau tempat pariwisata, tetapi pemda belum memaksimalkan untuk membuat akses jalan yang memadai untuk sampai ke lokasi. Akhirnya beban terus bertambah.

Yang diuntunglan dari PSN tidak murni dari negara, pasti melibatkan swasta, karena APBN tidak akan sanggup mengcover semua. Hasilnya adalah investasi sebagai solusi, bisnis yang bermain. Pengusahalah yang dapat keuntungan berupa pajak. Dan rakyat hanya mendapat imbas negatif dari permainan politik. Makin susah hidupnya, makin sempit pendapatannya, makin suram segala-galanya.

Bagaimana Islam Memandang

Infrastruktur yang peruntukannya fasilitas umum harus diurus oleh pemerintah, bukan swasta atau individu dalam pengelolaannya. Wajib adanya ada koordinasi antara pusat dan daerah tidak saling lempar tangan, karena asanya kemaslahatan umat, serta akidah dan tanggung jawab dunia akhirat menjadi asas tiap individu yang memegang jabatan strategis maupun teknis.

Konsep sentralisasi alam sistem Islam menggunakan tata cara yang benar. Tidak ada celah asas manfaat bagi para pemangku jabatan untuk melakukan tugas kotor atau berkhianat pada amanah kerjanya. Kuatnya kontrol masyarakat dalam nahi mungkar, serta persanksian tegas oleh negara. Sehingga merupakan aib besar jika pejabat berlaku maksiat, malu pada masyarakat, malu pada Allah Sang Pencipta serta siap menanggung dosa.

Dalam pelaksanaannya pemimpin atau Amir akan mengontrol aktivitas para wali/gubernur/camat dengan pengawasan secara ketat, bila perlu dalam satu kesempatan akan dikumpulkan para pemimpin daerah untuk dimonitori urusan mereka, sekaligus mendengarkan apa yang menjadi keluhan warganya dari pemimpinnya di tiap daerah.

Dengan begitu beban kerja berupa peningkatan di tiap daerah akan terlaksana dengan baik, semua bermuara pada satu tujuan : kesejahteraan masyarakat lahir batin, dunia maupun akhirat.

Allah Taala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa [4]: 59). Wallahualam bissawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *