Optimalisasi Guru Penggerak Mengejar Target Inovasi

Ina Agustiani, S.Pd (Praktisi Pendidikan)

Oleh : Ina Agustiani, S.Pd (Praktisi Pendidikan)

Baiknya generasi, ditentukan oleh pendidiknya. Baiknya pendidik dipengaruhi oleh penghargaan yang didapatkan dari negara. Jika dihargai secara maksimal dan berlebihan itu karena mentransfer ilmu sebagai mahkota pengetahuan. Jika pendidik tidak dihargai secara layak, menyamakan dengan pekerjaan rendahan, maka jangan berharap adanya keberhasilan dalam mendidik suatu peradaban.

Sejak beberapa tahun terakhir, guru penggerak sebagai representasi dari salah satu kinerja guru yang harus dilakukan dalam aktivitas barunya. Maka dari itu Pemprov Jabar menargetkan kurang lebih 48 ribu guru penggerak untuk mengikuti pelatihan, gunanya untuk mengurangi angka pengangguran. Melibatkan lulusan SMA, SMK, SLB di Jawa Barat.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) menargetkan sekitar 48 ribu guru penggerak mengikuti latihan sebagai langkah konkret dalam menekan angka pengangguran, yang salah satu penyumbang tertingginya adalah lulusan SMA/SMK. Acara ini diinisiasi oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), Dinas Pendidikan (Disdik), Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dan Balai Besar Guru Penggerak Kemendikbud.

Dengan pelatihan ini para lulusan SMA sederajat mempunyai solusi yaitu dengan melanjutkan ke perguruan tinggi, berwirausaha dan memasuki dunia kerja. Hanya saja kuota yang ada memang tidak banyak untuk 500 orang saja per tahun untuk mengikuti pelatihan nasional. Sedangkan daftar tunggu mencapai 50.000 orang, ada keterbatasan dana yang belum belum bisa direalisasi oleh pemerintah.

Beban Guru
Memang tidak dimungkiri adanya guru penggerak awalna karena kegiatan pendidik lebih banyak sibuk diluar sekolah, mungkin karena gaji yang tidak seberapa akhirnya terbagi dalam beberapa peran di masyarakat yang berdampak pada kualitas pengajaran. Namun kenyataannya setelah adanya program guru penggerak malah menambah beban kesibukan dan banyaknya administrasi yang akhirnya guru lebih sedikit waktunya bersama murid karena banyaknya tugas.

Selain itu adanya kesenjangan guru PNS dan honorer merupakan jurang pemisah yang terlihat. Dilihat dari pekerjaan mengajar yang sama bebannya, tetapi gaji bagai jurang yang dalam. Rasio guru dan murid apalagi sekolah
Tak sampai disitu, ketimpangan rasio mengajar pun mempengaruhi, satu kelas bisa sampai 35 bahkan 40 siswa paling banyak, walau berdasarkan PP 74 tahun 2008 guru bertanggung jawab atas 20 murid di tingkat SD, SMP, SMA, dan guru menanggung 15 murid di tingkat SMK. Tetap saja di lapangan tidak sejalan dengan realita, ini membuat guru tidak bisa konsentrasi untuk mendidik dengan kualitas layak.

Sudah menjadi rahasia umum gaji PNS Rp2-5 juta ditambah dengan tunjangan anggota keluarga lain dan hari raya besar, jika dijumlahkan bisa 14 kali dalam setahun menerima gaji. Untuk gaji honorer di daerah kisaran Rp300 ribu-Rp1 juta dibayarkan setiap tiga bulan sekali. Untuk kota besar kisaran Rp1,5-Rp2 juta, ini masih dibawah UMR daerah. Bagaimana bisa berkualitas nyatanya gaji guru masih dalam standar yang belum layak.

Seharusnya untuk peningkatan kualitas dan kuantitas guru menjadi tanggung jawab negara, dengan mengalokasikan sejumlah dana untuk pengembangan secara menyeluruh, daripada hanya fokus untuk guru penggerak, dengan begitu menjadi lebih adil. Dan potensi guru penggerak dan non dan PNS seolah ada jurang pemisah dan kasta para pendidik yang menimbulkan masalah baru.

Guru Tanggung Jawab Negara Islam menempatkan ilmu pada strata paling tinggi, karena dari ilmu akan berkembang cabang ilmu yang mengurusi kehidupan. Sehingga balasan untuk orang yang memberikan ilmu harus setimpal. Peradaban Islam pernah memberikan penghargaan yang belum pernah dilakukan oleh negara manapun di dunia, dimana buah karya dari ilmu dihargai dengan emas, dan uang dinar yang kalau dirupiahkan bisa sampai ratusan juta gaji diterima guru per bulannya. Dengan begitu banyak melahirkan ilmuan yang mumpuni di bidangnya.

Dalam sebuah jurnal JW Draper “History of the conflict” setingkat profesor bi bidang hukum bisa menerima gaji denga besaran 40 dinar. Belum lagi dengan jaminan kesehatan dan perumahan layak dan berkualitas. Perhatian dari negara akan menghasilkan sistem yang berkualitas dalam pendidikan. Dan pengajaran Islam itu diakui dunia.
Selain itu tata kelola ideal dalam sistem pendidikan Islam ditunjukkan dengan sangat serius dan terpola, ini menunjukkan peran negara fokus pada perubahan yang mendasar. Bukan hanya ilmu dunia, generasi harus diisi dengan akidah yang benar. Sehingga dunia dan akhirat bisa didapatkan keduanya tanpa harus memilih salah satu.

Tidak akan ada lagi jatah guru yang minim karena kekurangan anggaran, atau tingginya angka pengangguran karena lemahnya negara dalam membuat lapangan kerja atau kastanisasi di kalangan guru, semua sama dalam Islam dalam penghargaannya. Wallahu a’lam bisshawwab. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *