BBCOM | Awal Oktober lalu, platform Threads @eksposnet tampak menggiurkan bagi para pencari kerja di bidang media. Akun tersebut memasang iklan lowongan untuk posisi seperti Content Manager, Relation Manager, Traffic Manager, serta Digital Journalist. Belakangan juga rekrut Sekretaris Redaksi. Iming-imingnya gaji UMP, tunjangan internet, dan BPJS yang kalau ditotal kisaran Rp 6 juta, serta mengaku kantor mentereng di City Tower.
Lalu, kesempatan berkarier di industri media dengan jaringan tampaknya sudah mapan menarik perhatian banyak orang, sehingga tercatat hingga 60 orang bergabung dalam sebuah grup WhatsApp dikelola oleh sosok misterius yang mengaku bernama “Rere”. Sedari awal ketika ditanya nama lengkapnya selalu menolak, tidak pernah sekalipun ada rapat yang terlihat wajahnya. Bahkan, profil foto di Whatsaap miliknya, wajah dia ditutupi ponsel.
Dalam grup tersebut, Rere langsung mengatur syarat-syarat khusus bagi para pelamar. Ia meminta semua peserta yang tertarik agar mentransfer “deposit” sebesar Rp250.000, konon sebagai jaminan untuk menerima seragam dan ID Card perusahaan yang akan dikirim seminggu setelah transfer. Faktanya, tidak ada barangnya. Rere juga meyakinkan bahwa deposit ini dapat dikembalikan bila mereka mengundurkan diri, asalkan seragam dan ID Card dikembalikan dalam kondisi baik. Dia juga minta pelamar buka rekening BCA Express dengan kode refferal tertentu bank tersebut dengan alasan untuk transfer gaji dan belum punya staf keuangan. Bahkan, pelamar yang sudah punya rekening di Bank tersebut tetap disuruh buka rekening baru.
Tergiur dengan semua itu, sebanyak 16 orang akhirnya mengirimkan uang mereka ke berbagai rekening, di antaranya rekening atas nama PT Media Bandung Berita, PT Giat Melangkah Maju, bahkan rekening pribadi milik Faiza Nurafina Zahra.
Tidak hanya sekadar rekrutmen, Rere menggambarkan jaringan media yang disebutnya “Ekspos.net” ini sebagai inisiatif ambisius yang didukung oleh investor besar. Target tinggi pun dicanangkan—Rere mengklaim bahwa investor menetapkan syarat agar situs berita Ekspos.net mampu menarik 300.000 pembaca per bulan. Jika tidak tercapai dalam tiga bulan, maka proyek ini, katanya, akan ditutup. Dia langsung membuat banyak media digital. Selain eksposnetwork, ada eksposjatim, eksposjabar, eksposjateng, eksposbali, dan eksposbanten. Media ini juga eksis di threads dan twitter yang belakangan dia block dan cuitannya dihapus-hapusin untuk menghilangkan jejak digital.
Alasan buat ekspos itu karena ada kerjasama untuk pilkada. Meski agak meragukan karena Pilkada tinggal sebulanan, kok baru kerjasama.
Pelamar yang diterima langsung bekerja mulai 7 Oktober 2024 meski banyak tanda tanya muncul. Tanggal 14 Oktober yang dijanjikan Rere sebagai waktu penandatanganan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan bertemu di kantor City Tower tiba-tiba batal dan pembatalan itu terjadi berulangkali. Dengan alasan masalah investor, yang meminta pengunduran waktu kontrak. Selain itu, Rere juga mulai menunjukkan perubahan sikap yang tidak konsisten, bahkan sering membandingkan kinerja situsnya dengan platform lain, Nurafina.com, yang diduga miliknya sendiri. Tetapi ketika diminta untuk sharing Nurafina yang dipujanya sukses tak pernah ditanggapi. Kata-kata pelecehan, pecat dan makian kerap dilontarkan jika ada yang kritis.
Situasi kerja semakin kacau. Rere mengubah struktur organisasi, rotasi kerja secara drastis hingga empat kali dalam kurun dua minggu, menambah keraguan di antara tim. Ketika beberapa anggota kritis mempertanyakan hal ini dan mengusulkan rapat Zoom untuk klarifikasi, Rere justru mendepak mereka dari grup, menambah ketidakpercayaan yang sudah mulai bersemi di antara anggota yang bertahan.
Tak tahan dengan ketidakpastian dan atmosfer kerja yang semakin kacau, beberapa anggota grup mulai menyelidiki latar belakang Rere. Nama Rere yang sering ia hubungkan dengan jabatan bergengsi—sebagai staf ahli Komisi VII DPR RI dan tokoh media—ternyata tidak dapat ditemukan kebenarannya. Aditya Andreas, seorang wartawan yang sering bertugas di DPR RI, menelusuri identitas Rere namun tidak menemukan keterkaitan apapun dengan Komisi VII. Penelusuran lainnya, dilakukan oleh Anasul, menemukan jejak digital tentang kasus penipuan serupa yang diduga dilakukan oleh sosok bernama Pierre Pratama, yang dicurigai identik dengan “Rere” yang diungkap di kaskus hingga facebook di tahun 2016. Diduga dia juga menggunakan nama lain, Pierre Rajudin.
Semakin banyak bukti-bukti yang menunjukkan ketidakberesan Rere. Bahkan, nomor WhatsApp yang digunakan Rere, setelah diperiksa melalui aplikasi GetContact, terdaftar sebagai nomor sales BCA, menambah daftar panjang kejanggalan. Selain itu, konfirmasi yang dilakukan dengan Deddy Panyol, wakil pemimpin redaksi PT Media Bandung Berita (MBB) mengungkap bahwa tidak ada hubungan kerjasama antara MBB dengan Rere. Diakuinya pernah kenal, saat Rere aktif di kantor DPRD Jabar dan kerap diminta membantu wartawan terkait masalah internet atau website. Deddy juga bercerita, Rere punya catatan kasus tidak bayar dan membawa lari kamera perental yang nilainya puluhan juta rupiah.
Puncak penelusuran dugaan penipuan ini semakin kuat ketika dua dari korban, yaitu Adi & Sulis disuruh datang memenuhi undangan Rere untuk keperluan menandatangani kontrak & pengambilan uang deposit serta gaji Sulis yang sudah sepakat mundur (resign). Keduanya diminta hadir di kantor ekspos yang berada di Gedung City Tower di Jl. MH. Thamrin No.81, Dukuh Atas, Menteng, Jakarta Pusat. Adi diinfo kantor ada di lantai 12, sedangkan Sulis diinfo kantor di lantai 11. Mereka diminta datang Pukul 19.00 malam. Alasannya, dia baru bisa ke kantor itu malam karena juga kerja. Padahal operasional perkantoran di gedung Jakarta lazimnya sampai sore pukul 18.00 wib. Singkat cerita, mereka mendapati bahwa di lantai 11 & 12 tidak ada kantor ekspos. Bahkan lantai 11 hanya ada kantor BCA Digital. Dan Petugas BCA hingga manajemen yang ditemui juga tidak mengenal nama Pierre Pratama atau Pierre Rajudin.Dia yang berjanji akan hadir, tidak muncul batang hidungnya. Di telpon maupun WA tidak respon. Padahal, sekitar tiga jam sebelumnya masih komunikasi.
Kasus ini pun semakin menunjukkan pola penipuan. Di penghujung cerita, anggota yang tersisa bahkan dimintai uang materai untuk kontrak sebesar Rp 40.000 jika transfer ke rekening perusahaan dan Rp30.000 jika transfer ke rekening pribadi atas nama Pierre Pratama.
Kisah penipuan ini menjadi pengingat bahwa ketelitian dan kewaspadaan sangat penting dalam proses rekrutmen, terutama di era digital.
Jangan mudah tergiur janji empuk pekerjaan mudah, iming-iming gaji UMP dan kerja dari rumah/WFH. Apalagi jika minta transfer uang untuk alasan apapun sudah pasti penipuan. Banyak lembaga rekrut resmi, diantaranya jobstreet yang mengingatkan penipuan dengan modus rekrut namun minta transfer uang.
Apalagi minta dokumen kerja seperti KTP, Ijazah, SKCK, NPWP, Kartu Keluarga, Biodata, foto, dll. Bisa-bisa disalahgunakan untuk utang pinjol. (SL/Red)