Sukwan Lalu Lintas Jangan Dipandang Sepintas

Matahari mulai menjulang tinggi, kehadirannya membuat sebagain pejalan kaki memilih menyingkir dari sengatannya. Ada yang meneduh di pinggir jalan dan ada juga yang segera memakai payung agar terhindar dari panasnya. Tapi tidak bagi Sukwan (sukarelawan) lalu lintas yang satu ini.

Tepatnya di Jalan Pasar PAL, Cimanggis, Depok, terlihat seorang pria yang tingginya tidak lebih dari 150 cm, kulit kehitaman, mengenakan topi berwarna cokelat, dan memakai baju polisi serta rompi berwarna hijau terang yang menjadi ciri khasnya.

Ia berdiri di tengah jalan itu sambil menggerakkan tangannya ke kanan dan kiri bak seorang polisi sungguhan yang tengah mengatur lalu lintas. Pria itu bernama Sukarno.

Baju Polisi yang ia kenakan didapatkan langsung dari Polsek Cimanggis, Depok. Sejak tahun 1997 ia diamanahkan menjadi Sukwan di daerah Pasar PAL, yang telah ia tekuni saat usianya tergolong remaja.

Masih di siang hari yang terik. Sukarno tetap berada di jalanan. Tanpa pedulikan asap kendaraan yang ia hirup setiap detiknya dan aroma aspal yang begitu khasnya. Kerutan di dahi, pipi, dan kantung mata yang besar serta mata yang berwarna kuning kemerahan menunjukkan betapa lelahnya pria bertubuh kecil tersebut.

Sukarno per harinya bisa mendapatkan uang paling besar sekitar 70rb – 50rb, itu pun mengandalkan pengendara mobil yang memberikan dengan percuma. Hasil yang didapat memang tidak sebanding dengan kerja kerasnya berada di jalanan mengatur lalu lintas yang hampir 7 jam berdiri seharinya.

Tak ada upah yang ia dapatkan, baik dari Pos Polisi yang berada tidak jauh dari tempatnya maupun Polsek dan Polres setempat. Dengan nada pelan ia berkata, “Kalo gaji memang dari angkutan umum, sukarela mereka. Kalo dapet alhamdulillah, kalo ngga dapet juga gapapa,” raut wajah mulai tampak pasrah membuat kerutannya terlihat dengan jelas.

Bapak tiga anak ini memang tidak mengharapkan gaji sedikit pun dari para pihak berwenang setempat karena ia tahu pekerjaannya ini hanyalah sebagai sukarelawan biasa yang tak mempunyai jabatan apapun.

Namun, dalam hatinya tersimpan satu keinginan sejak lama, yaitu kepada para pengendara jalan, baik motor maupun mobil, untuk menghargai pekerjaannya sebagai sukarelawan lalu lintas di jalan. Karena selama ini tidak jarang ia menemukan pengendara yang tak acuh dengan keberadaannya. Bahkan banyak pengendara yang ugal-ugalan dan melanggar lalu lintas.

Sukarno tidak begitu mengharapkan uang yang keluar dari sebuah kaca mobil, yang ia harapkan ialah ucapan “terima kasih” dari pengendara jalan saat ia mengatur lalu lintas. Dengan mengucapan kata sederhana tersebut, mampu membuat hatinya senang. Terkadang hal sekecil seperti itu dianggap sepele oleh sebagian orang, tapi nyatanya dengan memulai sesuatu yang kecil dapat membawa dampak yang besar bagi kehidupan seseorang. (Anita Rahim-Politeknik Negeri Jakarta)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *