Semangat Kakek Penjual Tisu : Umur Bukan Batasan

Pagi itu,terlihat orang berlalu-lalang di Stasiun Depok Baru. Entah bekerja, sekolah, atau hendak kuliah. Di depan stasiun, terlihat banyak pedagang yang menjajakan barangnya. Ada penjual tisu, penjual koran, dan penjual roti. Salah satunya Kakek Yalim, penjual tisu dan masker.

Kakek Yalim berasal dari Lenteng Agung. Lalu, bersama istri dan anak-anaknya. Kakek Yalim pindah ke Bogor dan menetap di sana. Kakek Yalim dikaruniai 6 anak, terdiri dari 4 anak perempuan dan 2 anak laki-laki.

Setiap harinya, Kakek Yalim mengais rezeki lewat lembaran tisu. Sebelum berjualan tisu, Kakek Yalim bekerja serabutan sebagai kuli bangunan dan mencari barang rongsokan. Lalu, Kakek Yalim beralih menjadi penjual tisu karena menjadi kuli bangunan menguras tenaga.

Ketika diwawancarai, Kakek Yalim bercerita sambil bernostalgia awal dirinya menjadi penjual tisu. “Sebelum saya berjualan di Stasiun Depok Baru, saya tuh berjualan di kereta merah. Dulu saya masih bisa berjualan di dalam kereta, kalau sekarang mah udah dilarang,” kenang Kakek Yalim.

Suka duka menjadi penjual tisu sudah dialami oleh Kakek Yalim. Salah satunya ketika Kakek Yalim dikejar oleh petugas keamanan. “Kalau dikejar-kejar petugas keamanan, saya mah sering. Paling saya pindah agak jauhan dari stasiun. Kalau petugasnya udah gaada, saya balik lagi ke stasiun,” ungkap Kakek Yalim.

Kakek Yalim juga sering mendapat rezeki lebih ketika berjualan tisu. “Kadang saya suka dikasih uang lebih oleh pembeli,” kata Kakek Yalim.

Kakek Yalim tidak merasa takut ketika petugas keamanan menertibkan para pedagang yang berjualan di Stasiun Depok Baru. “Kita kan mau cari rezeki demi sesuap nasi. Masa iya petugas seenaknya ngusir. Orang saya jualan juga tidak mengganggu jalan,” ujar Kakek Yalim

Meski semua anaknya sudah bekerja, Kakek Yalim tetap tidak berubah. Ia masih saja bekerja keras untuk berjualan tisu. “Mana enak saya minta uang ke anak. Saya masih bisa cari uang sendiri dan tak mau repotin anak saya juga,” kata Kakek Yalim. “Itung-itung saya jualan tisu buat jajanin cucu saya,” tambahnya.

Bermodalkan nekat, Kakek Yalim mulai berjualan tisu hanya dengan modal awal Rp 60 Ribu.”Yang pentinig niat dan tawakal pasti semuanya dipermudah,” lanjutnya.

Kakek Yalim juga tidak takut rugi meski banyak pedagang tisu di sekitar stasiun. Baginya, persaingan itu hal yang wajar. “Wajar lah kalau ada persaingan. Saya juga tidak merasa tersaingi, karena saya yakin kalau rezeki sudah ada yang ngatur,” ungkap Kakek Yalim.

Kakek Yalim dikenal sebagai orang yang bersemangat oleh pedagang sekitar. Bagaimana tidak, di usianya yang sudah uzur dan seharusnya menikmati masa tuanya, Kakek Yalim tetap berjualan tisu dan masker di Stasiun Depok Baru.

“Daripada bengong di rumah, saya lebih suka berjualan. Kalau saya hanya tiduran di rumah, badan saya sakit karena kurang gerak,” ujar Kakek Yalim ketika diwawanca.

Ketika diwawancarai, Kakek Yalim masih terlihat sehat meski keriput di wajahnya terlihat jelas. Dengan mengenakan baju kotak-kotak warna merah dan topi, Kakek Yalim menjajakan dagangannya di bawah terik matahari.

“Umur itu bukan batasan buat mencari rezeki. Yang penting selama ada niat dan usaha, Insya Allah semuanya akan dipermudahkan,” tuturnya. (Audia Natasha Putri-Politeknik Negeri Jakarta)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *