SELAIN JALI-JALI JAKARTA JUGA PUNYA HUIZE TRIVELLI

Sangat asing di telinga bukan? Tapi kenyataannya restoran ini sangat Batavia(Penyebutan nama Jakarta pada zaman Belanda).  Jalan Tanah Abang 2 atau bernama Trivelli Land (Tanah yang luas) pada saat itu adalah salah satu latar belakang penamaan restoran Huize Trivelli. Betul, restoran ini berada di Jalan Ciujung, Tanah Abang 2, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Restoran ini merupakan warisan yang diturunkan kepada penerusnya dalam keluarga. Seperti resep, ruang makan, dan aksesoris ruangan juga milik asli dari keluarga. “Piring – piring yang ada di dinding, foto – foto, rantang itu semua asli milik keluarga,” tutur Asyrafi Soe’oed, pemilik Huize Trivelli.

Seketika membuat saya melirik kepada beberapa foto hitam-putih yang ada di dinding, salah satunya seperti foto Moch Rochjani Soe’oed, beliau adalah salah satu tokoh penandatangan sumpah pemuda. Barang – barang antik dan suasana sejuk sangat khas seperti sedang berada di rumah orang tua. Pastinya untuk diabadikan dengan foto dan upload instagrambukan lagi hanya keren, tapi mewah!

Tak lupa, mengunjungi restoran apalagi kalau tidak untuk menyantap makanan dan menikmatinya. Untuk porsi makan bersama, Huize Trivelli memiliki pilihan makanan ‘Ayam Kodok’ atau galantine de pouletyang dimakandenganwhite sauce. Olahan rempah dan ‘resep rahasia’-nya sangat menggugah selera, harum sedap porsi ayam di depan mata mendorong hasrat untuk langsung menghabisinya dalam satu hitungan. Gigitan pertama menimbulkan sensasi lembut hangat daging ayam yang berkelas dan tidak ingin berhenti untuk memakannya. Ditemani dengan minuman berbahan dasar jahe yaitu bir pletok, membuat hati tak ingin pulang rasanya. Lagu tante lien yang berjudul ‘geef mij maar nasi goreng’ diputar halus selagi para tamu menikmati hidangan.

Huize Trivellidengan segala bentuk penyediaannya adalah suatu keharusan yang patut dicoba ketika kita berada di Jakarta. Selain bisa menambah pengetahuan tentang Jakarta pada masa kolonialisme, Huize Trivellijuga merupakan wujud dari keberadaan budaya itu sendiri. Sungguh restoran yang berada di tengah kota namun asri dalamnya. “Tujuan keluarga memang dulu tempat ini akan dijadikan galeri pribadi, namun karena orangtua suka masak, ya diteruskan deh menjadi menu dan menjadi restoran keluarga. Kalau ditanya kenapa masih tetap melestarikannya sampai sekarang, ya saya cuma bisa jawab agar generasi zaman sekarang bisa tahu kondisi dan latar belakang Jakarta, serta untuk nostalgia juga berkumpul bersama keluarga” Timpal sang pemilik. (rakanugraha mahasiswa Jurusan Jurnalistik PNJ)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *