Penyandang Disabilitas dalam Dunia Perdagangan Manusia

Oleh : Masquita Pragistari

foto llustrasi

Keterbatasan fisik bukan merupakan akhir dunia, Keterbatasan ini tentu saja bukanlah kabar yang baik bagi siapa pun yang mengalaminya. Apalagi jika keterbatasan ini di dapatkan sejak lahir.ketika seseorang mengalami keterbatasan, maka bisa dikatakan ini bukan hanya ujian secara fisik tetapi juga secara mental. Tidak hanya bagi yang menderita saja tetapi juga bagi orang tua dan keluarganya, beruntunglah mereka yang memiliki orang tua yang mendukung dan tetap sabar menghadapi setiap keterbatasan yang dimiliki anak mereka.

Jika orang tua tidak tahan akan keterbatasan yang sedang di alami anaknya, dia akan mengalami keputus asaan yang amat mendalam pada hidupnya, dampak dari orang tua yang putus asa bermacam macam, anak yang menderita keterbatasan fisik tersebut bisa diasingkan dalam keluarganya hingga dibuang dari keluarganya setelah tahu anak tersebut mengalami keterbatasan fisik.

Keterbatasan fisik menjadi sasaran empuk bagi oknum oknum perdagangan orang dan dijadikan pengemis di jalanan untuk memunculkan rasa iba para pengguna jalan agar nantinya memberi uang untuk kepentingan pribadi mereka. Biasanya oknum ini akan mengajarkan bagaimana cara memunculkan rasa iba agar mendapatkan hasil mengemis yang maksimal dan dengan imbalannya, jika hasil mengemis sesuai target maka para pengemis ini akan diberikan makanan dan uang yang tidak seberapa.

Para oknum ini akan mengantarkan calon pengemis  yang memiliki keterbatasan ini sampai ke wilayah tujuan yang ramai pengendara, dengan 1 oknum yang menunggu agar pengemis tersebut tidak melawan dan kabur. Dengan cara kasar mereka memperlakukan sesama manusia ini, dengan sengaja mereka menendang perut para pengemis tersebut padahal para oknum ini mengetahui bahwa beberapa diantara mereka memiliki keterbatasan fisik dan parahnya lagi mereka tidak memberikan uang yang layak dari hasil kerja keras seharian penuh dan kekerasan fisik juga mental yang mereka alami. Dengan penat dan berkali kali mengadu kepada yang maha esa para pengemis tersebut sabar menyusuri jalanan hanya demi sesuap nasi dan uang. Terpikirkan untuk kabur dari kehidupan ini namun apa daya, mereka paham bahwa mereka akan mendapatkan kekerasan yang keji atau bahkan dibunuh

Hidup para pengemis itu telah hancur, banyak diantara mereka tak punya keluarga dan banyak juga diantara mereka yang dibuang oleh keluarganya dengan sengaja atau bahkan keluarga yang dimilikinya telah ikut bergabung dalam perdagangan manusia ini, betapa miris kehidupan mereka di tengah ganasnya ibukota. Mereka yang ditinggalkan, pontang panting dalam keterbatasan yang mereka miliki sedangkan yang meninggalkan asik menikmati teh hangat sambil menunggu acara tv kesayangannya.

Keterbatasan yang mereka miliki banyak macamnya, ada yang keterbatasan mental, keterbatasan keahlian, hingga keterbatasan ilmu yang dimiliki. Usia para pengemis ini berbagai macam, banyak diantara mereka merupakan anak anak kecil yang dijual ibunya ke oknum oknum perdagangan manusia hanya karena himpitan ekonomi atau ketidaksiapan orang tua untuk memiliki anak yang memiliki keterbatasan fisik. Biasanya hal ini akibat pergaulan bebas dan tak ingin menanggung malu melihat bayinya maka bayi bayi kecil ini dibuang. Biasanya bayi bayi kecil ini ditinggalkan para orang tuanya di kolong jembatan dan karena dilihatnya bayi bayi kecil ini akan menghasilkan pundi rupiah yang banyak akhirnya para oknum ini membeli mereka dan dibesarkan hanya untuk dijadikan pengemis dengan tujuan memunculkan rasa iba.

Miris jika dibayangkan, bagaimana bisa seorang ibu yang notabenenya menjadi pelindung bagi sang buah hati, dan memiliki ikatan batin yang sangat kuat tega membiarkan bayinya yang memiliki keterbatasan fisik berada di bawah terik sinar matahari. Hingga bayi bayi kecil ini dewasa dan bisa mencari uang sendiri, ia tak akan pernah lagi merasakan kasih sayang dan rasa asi dari orang tua kandungnya sejak dirinya dibuang.

Selain bayi kecil ini, sebagian lagi sudah dewasa dan mengerti akan apa yang ia lakukan, namun karena mereka yang memiliki keterbatasan fisik ini tak mengetahui bagaimana cara lolos dari intaian oknum perdagangan manusia ini, mereka tetap menjalani apapun yang diminta para oknum tersebut. Tanpa belas kasihan para oknum ini memaksa orang tua yang keadaannya cacat serta sakit untuk mengemis dan uang jasil mengemis diambil para pelaku untuk keperluan pribadinya. Dengan menunduk para pengemis ini mengantre makan di barisannya, setumpuk nasi secukupnya di tengah hari yang panas bagi mereka sudah merupakan rejeki yang tak ternilai. Baginya mereka air putih lebih yang mereka punya sangat berharga ketimbang harus minum es jeruk manis dengan gula 2 sendok karena mereka tahu, uangnya lebih baik mereka gunakan menabung untuk sekadar membeli baju atau bahkan terbebas dari oknum oknum ini dan memiliki hidup yang layak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *