Pekerjaan Menjijikkan Namun Menjanjikan

Siang terik dengan udara yang panas tidak menghalangi pekerjaanmu. Bau besi karatan, botol-botol bekas, kardus sertakoran berserakan adalah sahabat setiap hari untuk menyambung hidupmu. Tubuh tinggi dan kurus, rambut ikal serta kulit hitam mencerminkan bahwa hidupmu tidak mudah. Wajah sayumu terlhat lebih tua dibandingkan usia sebenarnya.

Nasib yang membawamu pada pekerjaan kotor itu. Pemulung atau tukang rosok adalah sebutan untuk pekerjaanmu. Sebelum menjadi tukang rosok, kamu bekerja serabutan. Penghasilan setiap hari tidak tetap dan selalu kekurangan untuk mencukupi kebutuhan hidupmu.

Kehidupan yang kamu jalani sangatlah tidak mudah. Mendorong gerobak setiap hari, memanggul karung sambil membawa ganco untuk mengambil botol-botol bekas yang terbuang di pinggirjalan. Penghasilan sehari-hari yang kamu peroleh pun tidak bisauntuk menyewa tempat tinggal. Setiap hari kamu tidur hanya beralaskan kardus dan koran di depan toko.

Sebelum hidup di kota, kamu berasal dari desa yang sangat terpencil. Di desa tempat tinggalmu, sudah menjadi suatu tradisi jika seseorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap maka solusinya adalah merantau. Harapan awalmu adalah bisa merubah nasib dan sukses di perkotaan.

Mimpimu untuk sukses dan merubah nasib sudah kandasKerugian semakin dirasakan olehmu. Uang tabunganmu yang digunakan untuk biaya keberangkatan merantau tidaklah sedikit, belum kembali modal untuk menutupi biaya tersebut, kamusudah kembali lagi ke desa tanpa hasil apapun. Gerakan kristenisasi melalui iming-iming yang menggiurkan membuatmu murtad. Demi sembako dan kebutuhan hidup lainnya, kamu rela menggadaikan agama Islam yang selama ini kamu yakini.

Tak lama, kehidupan miskin kembali kamu alami. Fasilitas dari gerakan kristenisasi tidaklah menjamin kehidupan lebih baik, karena semua fasilitas yang dulu diberikan tidak berlangsung lama. Keyakinanmu pun kembali goyah, dengan harapan mendapat hidup yang lebih baik kamu pun kembali menjadi seorang muslim.

Diambang rasa putus asa akhirnya kamu memilih merantau kembali ke kota. Dengan berbekal  nekat dan keyakinan yang kuat akhirnya kamu memtuskan untuk melakukan suatu pekerjaan untuk menyambung hidup. Pekerjaan yang orang lain tidak mau menekuni. Mungkin karena orang-orang enggan bersentuhan dengan sesuatu yang bau, jorok, dan bekas. Ya, kamu bekerja sebagai tukang rosok atau yang lebih dikenal sebagai pemulung. Pada awalnya kamu enggan melakukan pekerjaan itu. Malu rasanya bekerja seperti itu.

Kamu tersadar bahwa hidup dengan modal gengsi tidak akan pernah membuat perutmu kenyang. Selama pekerjaan itu halal dan dapat memenuhi kebutuhan perut kamu tetap menjalani pekerjaan tersebut. Awalnya kamu tidak memiliki modal, pinjam uang kesana-kemari, meminjam melalui rentenir dengan bunga yang tidak sedikit akhirnya kamu mengelola barang-barang rongsok. Pekerjaan menjijikkan ini menjadi sesuatu yang sangat menjanjikan.

Barang-barang rosok yang kamu berhasil kumpulkan beberapa minggu dijual ke pengepul. Penghasilan yang lumayan ini ditabung sedikit demi sedikit. Barang-barang rosok yang didapat tidak semuanya langsung dijual, tetapi terlebih dulu ada yang dibenahi dengan harapan nilai jualnya lebih tinggi. Misalnya sepeda bekas yang dibeli dengan harga Rp. 30.000 setelah diperbaiki dan di cat ulang bisa laku dengan harga Rp. 300.000.

Semakin hari, pekerjaan ini membuat perubahan padakehidupanmu. Terbukti dengan tabungan yang berhasil kamukumpulkan pelan-pelan bisa membangun sebuah rumah untukditempati. Tidak hanya rumah yang bisa kamu bangun, kamujuga bisa mempekerjakan dua orang untuk membantumumenjalakan usaha barang rongsok ini. Dua tahun menjalani pekerjaan tukang rosok dan menjadi sukses tidak membuatmu lupa dengan Allah. Tak pernah lagi kamu menggadaikan agamamu.

Panas terik dengan bau barang bekas kini diwarnai dengansenyum di bibirmu. Ini adalah jalan rejeki dari-Nya. Ditemani sepeda motor baru dari hasil menabung, kamu mendatangi rumah-rumah dan pasar untuk menjalankan pekerjaanmu. Takada lagi guratan-guratan tua di wajahmu. Senyum telah menghapus kesedihannya.

Penulis: Karin Nur Secha

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *