Pedagang Sayur: Tak Pernah Susah karena Menikmatinya

Suasana panas dan teriknya matahari tak membuatku lelah menelusuri Pasar Anyar di Kota Bogor. Riuh dan bising suara penjual menyambut tiap pembeli yang datang, menjadikan ciri khas suatu kehidupan di pasar tradisional. Dengan suasana panasnya pada siang itu, tak membuat para pedagang-pedagang patah semangat berjualan, dan tetap sabar menunggu pembeli.  Namun, langkahku terhenti ketika melihat seorang pedagang sayur terlihat begitu lelah. Tanpa ragu, ku lanjutkan langkahku menghampirinya.

Pak Saepul namanya. Ya, Pedagang sayuran itu bernama Pak Saepul. Pak Saepul sudah lama menjadi pedagang sayuran. Ia berjualan dari jam enam pagi sampai jam lima sore. Ia berjualan ditemani dengan seorang anak buahnya.Sebelum berjualan sayuran di dalam pasar, ia pernah berjualan di luar pasar. Tentunya, ia akan terkena biaya sewa yang lebihuntuk lapaknya di dalam pasar tetapi hal itu malahan semakin membuatnya semangat berjualan.

Setiap harinya Pak Saepul menggunakan mobil pick upuntuk mengangkut sayuran dagangannya menuju pasar. Namun, siapa sangka seiring kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) ternyata dapat berpengaruh kepada jumlah pembeli di pasar.

Terlebih jika saat memasuki bulan Ramadan sampai akhir bulan Ramadan, tidak hanya kenaikan harga BBM yang mempengaruhi biaya distribusi, harga jenis kebutuhan pangansatu demi satu terus menunjukkan kenaikan. Tak hanyadaging-daging, sayuran juga menjadi komoditas yang mengalami kenaikan harga.

Berbagai jenis sayur-sayuran pun mengalami kenaikan di Pasar Anyar Kota Bogor. Beberapa di antaranya mengalamikenaikan hingga dua kali lipat dari harga sebelumya, sepertiharga seperempat cabai sebelum memasuki bulan Ramadan dan kenaikan BBM, yaitu Rp5.000 setelah memasuki bulan ramadan dan mengalami kenaikan BBM menjadi Rp10.000.

Memasuki bulan Ramadan, tentu harganya akanmengalami kenaikan. Tidak hanya cabai, tetapi hampir semuasayur-sayuran juga akan mengalami kenaikan.” Tutur PakSaepul.

Hal yang biasa dilakukan Pak Saepul mengatasi hal tersebut biasanya dengan menambah persediaan stok sayur-sayuran pada saat menjelang bulan Ramadan. Namun, Pak Saepul mengaku tak berani menyediakan stok dengan jumlah yang banyak. Saya tidak berani menyediakan stok banyak, karena takut rugi jika tidak bisa menjual sayurannya yang banyak juga, nantinya malah busuk.” Jelas Pak Saepul.

Namun, menurut Pak Saepul dengan naiknya harga-harga tersebut tidak terlalu begitu mempengaruhi pembeli yang berbelanja, karena menurutnya masih ada saja yang berbelanja sayur-sayuran, terlebih pada saat bulan Ramadan yang menjadikan pilihan sayur sebagai menu untuk bulan puasa, yaitu saat sahur dan berbuka puasa dan turun naiknya harga sudah menjadi hal yang biasa bagi para pembeli.

Tak lupa dengan hal yang membuat langkahku terhenti, kulontarkan pertanyaan mengenai wajahnya yang terlihat lelah. Pak Saepul saat itu sedang merasa kurang enak badan, sehingga wajahnya terlihat begitu lelah. Meskipun masih ada anak buahnya yang bisa menjaga lapaknya dan Pak Saepul sebenarnya bisa saja beristirahat pulang ke rumah. Namun,Pak Saepul bersikeras tetap berjualan dan mengaku masih kuat.

Dengan berjualan sayuran Pak Saepul mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya dan untuk menyekolahkan kedua anaknya. Pak Saepul mengaku tak pernah susah berjualan sayuran, karena ia menikmati pekerjaannya. “Walaupun kadang merasa pas-pasan, alhamdulillah tidak pernah merasa susah, masih terbilang cukup.” Katanya sambil mengusap keringatnya. Penulis : Carla Josefina D (Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *