Matahari masih belum menunjukkan dirinya, akan tetapi kau sudah bangun demi keluarga tercinta. Wajah kantukmu masih tergambar dalam rautmu. Namun, itu semua engkau lakukan untuk menyiapkan santapan sahur demi keluarga tercinta. Kau adalah malaikat tak bersayap, ibu.
Penulis: Bagus Kusumo Sejati/mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
Engkau memang tak terlalu pandai dalam memasak. Namun, kau tetap acuh dengan asupan yang masuk ke dalam perut keluargamu. Rasa terluka kadang terlintas pada hatimu ketika ada yang tidak suka dengan masakanmu. Akan tetapi, kau tetap tabah dan terus memberikan yang terbaik untuk anakmu.
Sembari menunggu azan subuh, kau membantu anakmu dalam mengerjakan tugas rumah. Kau bagai pelita dalam hidup anakmu yang mendidik tak lekang waktu, mulai dari belajar mengucap kata hingga mahir dalam berkata-kata. Kau berikan kehangatan dirimu dalam mendidik anakmu.
Kasih sayang yang kau berikan pada anakmu begitu tulus. Setelah menjalani sahur, aktivitasmu tidak berhenti begitu saja. Engkau masih mengantar anakmu untuk menimba ilmu di sekolah.
Kau menyempatkan diri untuk beristirahat di siang hari. Tak lama memejamkan mata, dirimu kembali beraktivitas memasak untuk menyiapkan santapan berbuka puasa.
Rasa cinta yang kau berikan pada keluarga begitu besar. Cinta itulah yang membuat kau tak pernah mengeluh dan merasa lelah dalam menjalani segudang aktivitas di bulan ramadan. Bahkan, ketika sedang sakit sekalipun engkau lebih memerhatikan keaadaan keluarga dibanding dirimu sendiri
Kerutan mulai tampak pada wajahmu. Tubuhmu tidak setegap dikala muda dahulu. Rambutmu mulai memutih seiring berjalannya waktu. Namun, rasa cinta dan kasih pada keluargamu tak luput dimakan waktu. (***)