Gaya Hidup Buruh Berkemeja Ibukota

By ; Fransiska Nathasia

Pukul empat pagi. Ayam belum lagi berkokok, azan belum lagi berkumandang. Tapi tubuh harus segera diseret bangkit dari kasur untuk memulai aktivitas rutin harian. Nyaris tak ada beda dengan robot. Bedanya, mesin robot tak merasa pegal dan linu, sedangkan tubuh manusia langsung terasa ngilu dan nyeri begitu diserbu lelah. Dua puluh empa jam sungguh tak cukup untuk pekerja ibu kota. Bagaimana mungkin sudah harus bangun lagi sedangkan pulang dari kantor saja pukul 10.00-11.00 malam, dan rebah di kasur berbarengan dengan menit-menit pergantian hari, bahkan saat hari sudah berganti.

Data Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi DKI Jakarta tahun 2014 menunjukkan, 1,3 juta orang lebih datang ke Jakarta tiap harinya untuk memburuh. Mereka berasal dari kota-kota satelit Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Predikat kota pinggiran dengan buruh terbanyak ke ibu kota tiap harinya dipegang Kota Bekasi sebesar 14,80 persen, diikuti Kota Depok 11,69 persen, dan Kota Tangerang Selatan sebesar 8,68 persen. Para pekerja kantoran di Jakarta memiliki gaya hidup yang seakan seragam karena kondisi kota yang keras mengharuskan para pekerja memiliki daya tahan yang kuat agar dapat bersaing dengan ribuan pekerja lainnya. Dibandingkan dengan pekerja-pekerja kantoran di kota lain, pekerja kantoran di jakarta memiliki gaya hidup yang dapat dikatakan unik dan khas.

Menurut data BPS dalam Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2016, gaji pekerja formal di ibu kota rata-rata mencapai Rp 3,98 juta. Dengan uang “setipis” itu untuk standar ukuran hidup di Jakarta, mereka jelas harus pintar mengatur keuangan.

Berdasarkan penelitian dan perhitungan berdasarkan gaya  hidup di Jakarta dengan gaji Rp 3,98 juta. Jika biaya transportasi dari rumah ke tempat kerja Rp 30.000 per hari, per bulannya transportasi akan menghabiskan Rp Rp 600.000 per bulan. Plus Rp 1 juta untuk makan sebulan. Maka dari gaji hampir Rp 4 juta itu, tiap bulannya hanya akan tersissa kurang dari Rp 1,4 juta. Uang tersebut belum lagi harus disisihkan untuk menabung. Idealnya, 10 persen gaji ditabung atau diinvestasikan untuk hal tak terduga.

Dibalik jumlah gaji dan pengeluaran seorang karyawan, berikut ini merupakan ulasan mengenai info gaya hidup para pekerja kantoran Jakarta.

Bekerja Naik Kendaraan Umum

Melihat para pekerja kantoran berdesak-desakan di kendaraan umum merupakan pemandangan sehari-hari yang dapat kita saksikan ketika berada di Jakarta. Jumlah kendaraan umum yang tidak mampu menampung jumlah pekerja yang mengais rejeki di Jakarta membuat kendaraan umum penuh sesak oleh orang-orang yang memanfaatkan jasa kendaraan umum untuk berangkat bekerja atau ketika pulang bekerja. Maka pada pagi hari atau pada malam hari selepas jam kerja kantor, kendaraan umum seperti commuter line dan TransJakarta akan dipadati bahkan disesaki oleh penumpang yang didominasi oleh para pekerja kantoran.

Bekerja naik kendaraan umum merupakan pilihan paling realistis bagi sebagian besar para pekerja di Jakarta karena naik kendaraan pribadi justru akan menenggelamkan diri ke jalanan yang macet dan berpotensi membuat tubuh lebih lelah jika dibandingkan dengan ketika naik kendaraan umum. Para pekerja di Jakarta memiliki prinsip bahwa lebih baik berdesak-desakan di kendaraan umum daripada terjebak macet di jalanan.

Nongkrong di Cafe

Info gaya hidup para pekerja kantoran Jakarta selanjutnya adalah kegemaran mereka nongkrong di Cafe ketika jam istirahat atau setelah jam pulang kantor. Badan yang suntuk ketika menghadapi pekerjaan kantor yang menumpuk akan dinetralisir dengan cara mengunjungi cafe ketika jam istirahat makan siang. Menikmati secangkir minuman di cafe merupakan pilihan paling memungkinkan untuk membuat pikiran lebih fresh sehingga ketika kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaan, tubuh seakan mendapatkan energi baru.

Begitu pula ketika jam pulang kantor. Cafe-cafe yang terletak di sepanjang tepi jalan akan dipenuhi oleh para pekerja yang ingin melepas penat setelah seharian bekerja sebelum pulang ke rumah atau tempat tinggal masing-masing. Nongkrong di Cafe setelah jam pulang kantor juga banyak dilakukan untuk menunggu jalanan lebih lengang sehingga mereka tidak akan terjebak macet dalam perjalanan pulang ke rumah.

Itulah beberapa info gaya hidup pare pekerja kantoran di Jakarta. Hidup di Jakarta memang dirasakan berat bagi sebagian orang. Namun bagi sebagian besar pekerja kantoran yang menikmati kehidupan mereka, hidup di Jakarta justru menjadi tantangan tersendiri. Salah satu cara bertahan hidup di Jakarta yang paling efektif adalah mengikuti ritme kehidupan manusia Jakarta kebanyakan. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *