Oleh Yanyan Supiyanti, A.Md. Pendidik Generasi
_Wakil rakyat kumpulan orang hebat_
_Bukan kumpulan teman-teman dekat_
_Apalagi sanak famili_
_Di hati dan lidahmu kami berharap_
_Suara kami tolong dengar lalu sampaikan_
_Jangan ragu jangan takut karang menghadang_
_Bicaralah yang lantang jangan hanya diam_
Beberapa lirik lagu “Surat Buat Wakil Rakyat” dari Iwan Fals di atas, bisa menggambarkan kondisi wakil rakyat saat ini.
Pada 1 Oktober 2024 lalu, anggota DPR, DPD, dan MPR RI resmi dilantik dalam sidang paripurna untuk masa jabatan tahun 2024-2029.
Disebutkan Managing Editor CNBC Indonesia, bahwa lebih dari 50% anggota dewan adalah orang lama, diharapkan dapat lebih cepat menyelesaikan sederet Undang-Undang yang belum disahkan pada periode sebelumnya.
Selanjutnya, Anggota DPR RI sebagai wakil rakyat dapat melaksanakan tugas utamanya terkait pengawasan, penganggaran, dan legislasi dengan tetap mendahulukan kepentingan rakyat. (CNBC Indonesia, 4-10-2024)
Diketahui sejumlah anggota DPR terpilih memiliki hubungan keluarga atau sanak famili dengan pejabat publik, elite politik, hingga kumpulan teman-teman dekat sesama anggota DPR terpilih lainnya.
Hasil riset Litbang Kompas menunjukkan, ada 220 anggota DPR RI periode 2024—2029 terindikasi memiliki ikatan kekerabatan dengan pejabat publik. Ini mengindikasikan bahwa politik dinasti masih terus berlanjut dan makin meningkat.
Suara rakyat hanya sekadar penggembira pesta lima tahunan ini. Rakyat tak penting lagi setelah mereka duduk di kursi kekuasaan.
Politik dinasti ini akan berdampak hanya pada kekuasaan dan kepentingan parpol. Kemungkinan mereka tidak memiliki pengetahuan tentang skema kerja wakil rakyat. Akibatnya, wakil rakyat seperti ini hanya akan mengandalkan kehadirannya untuk sekadar mengugurkan kewajiban amanah. Mereka tidak memberikan partisipasi dan masukan dalam menyampaikan aspirasi rakyat, bahkan kehadirannya dalam rapat-rapat kemungkinan tidak dipenuhi secara disiplin.
Selain politik dinasti, ada juga politik transaksional. Politik transaksional ini terjadi dalam bentuk jual beli suara antara kontestan dengan pemilih, bisa juga antarkontestan serta antarparpol. Faktor yang menyuburkan politik transaksional salah satunya adalah kondisi pendapatan per kapita mayoritas penduduk Indonesia yang masih rendah sehingga dimanfaatkan oleh para politisi untuk membeli suara mereka.
Dalam sistem demokrasi, anggota DPR adalah wakil rakyat dalam menyampaikan aspirasi rakyat. Namun, juga membuat aturan/Undang-undang. Fakta hari ini, banyak hubungan antara satu dengan yang lain, sehingga rawan konflik kepentingan. Bisa dikatakan saat ini tidak ada oposisi, semua menjadi koalisi. Siapa yang akan berpihak pada rakyat kalau semua berada dalam barisan yang sama? Rakyat terabaikan dan tak mampu melawan. Dalam sistem hari ini, wakil rakyat dipilih bukan karena kemampuannya, tetapi karena kekayaan atau jabatan, dalam mekanisme politik transaksional.
Potret Wakil Rakyat dalam Islam
Islam memiliki struktur bernama Majelis Umat yang beranggotakan wakil kaum muslim dalam memberikan pendapat serta menjadi rujukan penguasa untuk meminta masukan/nasihat dalam berbagai urusan. Keberadaan majelis umat adalah mewakili rakyat dalam melakukan muhasabah (kontrol dan koreksi) pada penguasa, serta melakukan syura (musyawarah).
Majelis umat ini berbeda dengan parlemen di dalam sistem demokrasi. Parlemen memiliki fungsi anggaran dan legislasi hukum (undang-undang) yang seharusnya bukan menjadi bagian dari tugas wakil rakyat. Dalam sistem Islam, penetapan anggaran dilakukan oleh struktur tersendiri, yaitu baitulmal. Adapun legislasi hukum bukan dalam hal membuat hukum, tapi tabani (adopsi) hukum dari Al-Qur’an dan Sunah oleh kepala negara.
Sebagai kepala negara, Rasulullah saw. sering meminta pendapat/bermusyawarah dengan beberapa orang dari kaum muhajirin dan ansar yang mewakili mereka.
Rakyat memiliki hak untuk mengangkat wakil dalam menjalankan syura/musyawarah, juga berhak mengangkat wakil dalam menjalankan aktivitas muhasabah. Hal itu menunjukkan kebolehan untuk membentuk majelis khusus mewakili rakyat dalam mengontrol dan mengoreksi para pejabat pemerintahan serta melakukan musyawarah.
Anggota majelis umat dipilih melalui pemilu. Wakil dipilih oleh muwakil (orang yang mewakilkan). Rakyat dapat mengemukakan pendapat, baik secara individu maupun kelompok melalui majelis umat yang merupakan representasi rakyat.
Pemilihan anggota majelis umat berdasarkan dua asas, Pertama, harus mewakili rakyat secara representatif seperti halnya Rasulullah saw. dalam memilih para penanggung jawab. Kedua, harus mewakili kelompok secara representatif seperti halnya Rasulullah saw. dalam memilih wakil dari kaum muhajirin dan ansar.
Apakah nonmuslim bisa menjadi anggota majelis umat? Warga negara nonmuslim boleh menjadi anggota majelis umat. Mereka bisa menyampaikan pengaduan tentang kezaliman penguasa kepada mereka, keburukan penerapan Islam terhadap mereka, juga kekurangan dalam pelayanan kepada mereka, dan sebagainnya.
Motivasi anggota majelis umat pada masa peradaban Islam sangat jauh berbeda dengan parlemen dalam sistem demokrasi saat ini. Majelis umat dalam mengurusi urusan rakyat begitu kuat, begitupun motivasi untuk mengoreksi penguasa yang berlandaskan pada budaya amar makruf nahi mungkar sehingga seluruh pihak akan berlomba-lomba dalam kebaikan mewujudkan penerapan Islam secara total yang merupakan wujud dari ketakwaan hakiki yang akan mendatangkan beragam keberkahan bagi semesta alam.
“Andai penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Kami pasti akan membukakan bagi mereka beragam keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka telah mendustakan (ayat-ayat Kami). Karena itu, Kami menyiksa mereka akibat perbuatan mereka.” (QS Al-A’raf: 96)
Wallahualam bissawab.