Aku Juga Menyayangimu, Ayah

Foto Dokumen Pribadi Alifa Muthia Diningtyas

Setelah mendengar kata Ayah, yang berada di pikiran orang yang mendengarnya adalah sosok tegas yang rela banting tulang demi mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Seorang laki-laki berkulit cokelat yang bekerja keras dari pagi hingga sore mencari nafkah untuk istri dan anak-anaknya.

Sejak kecil, aku memang dekat dengan Ayah. Ketika Ayah libur, kami sering jalan-jalan pada siang hari menggunakan sepaeda motornya. Biasanya Ayah mengajakku untuk makan siang di taman yang letaknya tak jauh dari rumah kami. Peran Ibulah yang menyiapkan makanan itu dan memasukkannya ke dalam kotak makan favoritku.

Tidak hanya itu, terkadang Ayah juga mengajakku untuk menemaninya potong rambut di salah satu salon andalannya. Atau hanya sekadar menemaninya pergi ke bengkel ketika ban sepeda motornya bocor karena tertancap paku.

Dari segi pendidikan, Ayah memang hanya lulusan STM. Tapi pendidikan yang diterimanya, bukan menjadi alasan untuk tidak memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang suami dan Ayah. Hal itu justru menjadi acuan bagi anak-anaknya agar dapat menempuh pendidikan yang jauh lebih tinggi darinya.

Sewaktu aku SD, Ayah sering menyisir dan mengikat rambutku seperti ekor kuda ketika Ibu sibuk menyiapkan bekal makananku. Memang sejak SD hingga aku SMK, Ayahlah yang selalu berperan mengantarkanku ke sekolah dengan sepeda motor kesayangannya.

Ketika memasuki Perguruan Tinggi aku sudah tidak lagi diantar oleh Ayah, karena aku pergi ke kampus mengendarai sepeda motor sendiri. Pernah suatu ketika Ayah bilang “Ayah kangen deh antar kamu ke sekolah,” saat aku berpamitan dan mencium tangannya.

Saat Ayah tertidur pulas, aku tak kuasa melihat wajahnya yang kelelahan bekerja, rambutnya yang mulai memutih, dan kerutan-kerutan tipis di bawah matanya. Melihat kondisi seperti itu membuat hatiku seperti teriris dan membayangkan pengorbanan Ayah untuk membiayaiku hingga Perguruan Tinggi.

Aku bertekad agar Ibu dan Ayah dapat menginjakkan kaki ke Tanah Suci, beribadah haji dari hasil keringatku sendiri. Kini hanya doa yang bisa aku berikan sebagai bentuk kasih sayang dan caraku membalas semua yang telah mereka berikan kepadaku.

Banyak yang tak menyadari, begitu pentingnya peran Ayah dalam kehidupan kita. Sama pentingnya dengan seorang Ibu. Terima kasih atas semua yang telah Ayah lakukan bahkan kau korbankan demi kebahagiaanku. Aku menyayangimu, Ayah.

Oleh : Alifa Muthia Diningtyas, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *