Solusi Jitu Atasi Peningkatan Kasus Tindak Kekerasan Perempuan Dan Anak

Oleh : Lilis Suryani (Guru Dan Pegiat Literasi)

Perempuan dan anak adalah bagian dari masyarakat yang rawan mendapatkan tindak kekerasan.  Hal ini dibuktikan dengan fenomena kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak terus terjadi. Bahkan kabarnya selama tiga tahun terakhir, kasus kekerasan tersebut terus meningkat di Jawa Barat. 

Sebagaimana yang dapat dilihat dari data laman Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA), Jawa Barat selalu menempati urutan 5 besar tingginya kasus kekerasan itu. Kasus paling tinggi terjadi pada 2022 dengan total 2.001 kasus yang tercatat di Kementerian PPA.

Seperti fenomena gunung es, kasus yang tidak tercatat diyakini lebih banyak lagi. Upaya yang selama ini dilakukan berbagai pihak pun terbukti belum mampu menyelesaikan persoalan ini. Hal ini disinyalir, upaya yang dilakukan baru sebatas mengatasi masalah hilirnya saja. Sementara masalah di hulu yang sebenarnya menjadi akar permasalahan belumlah tersentuh.

Menyoal penderitaan yang dialami  perempuan misalnya,  sesungguhnya adalah cerminan cara pandang kehidupan yang tidak memberikan penghargaan dan perlindungan terhadap perempuan. Bahkan perempuan dianggap hanya sebagai komoditas dan obyek.   Hal ini jelas menunjukkan relasi yang keliru antara laki-laki dan perempuan.  Relasi yang keliru ini sesungguhnya merupakan cerminan sistem kehidupan yang berlaku di masyarakat saat ini.  Inilah wajah sesungguhnya dari sekulerisme kapitalisme, sistem hidup yang diterapkan saat ini.

Patut diketahui bahwa sekulerisme kapitalisme menjanjikan kebebasan perilaku, termasuk dalam relasi antara laki-laki dan perempuan.   Karena  laki-laki  dianggap lebih kuat dan berkuasa, maraklah kekerasan terhadap perempuan.

Di sisi lain, sekulerisme kapitalisme menganggap bahwa hidup hanya di dunia saja. Hal ini membuat mereka makin bebas berbuat. Apalagi adanya konsep HAM dalam pandangan mereka.

Selain itu, tidak adanya keyakinan akan kehidupan akhirat membuat mereka bebas memenuhi apa yang diinginkannya. Jadilah perempuan dan anak-anak menjadi korban kekerasan.

Apalagi kapitalisme mengusung jargon: siapa yang kuat dialah yang menang.  Ini tampak nyata dalam wajah oknum penguasa saat ini.  Mereka menjadikan kekayaan sebagai tujuan, dengan menghalalkan segala cara, bahkan meski dengan merendahkan sesamanya.  Posisi mereka sebagai pemimpin justru menjadi sarana  untuk memenuhi syahwat kekuasaan.
 
Andai saja kita mau kembali kepada tuntunan wahyu, akan kita dapati bahwa Islam memandang perempuan sebagaimana memandang laki-laki. Keduanya adalah manusia ciptaan Allah yang memiliki posisi yang sama di hadapan Allah. 

Oleh karena itu, Islam memerintahkan untuk menjaga dan memuliakan perempuan.  Islam juga mengharuskan negara untuk melindungi setiap rakyatnya, laki-laki maupun perempuan, termasuk menjaga kehormatannya dan mensejahterakannya.  Islam mewajibkan pemimpin negara sebagai kepala negara untuk memelihara kehidupannya dan melarang tindak kekerasan.

Rasulullah saw.  bersabda:
وَإِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّة يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى الله وَعَدَلَ فَإِنَّ لَه بِذَلِكَ أَجْرًا وَإِنْ قَال بِغَيْرِهِ فَإِنَّ عَلَيْهِ مِنْه
Imam (kepala negara) adalah perisai. Orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikan dirinya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah  dan berlaku adil, bagi dia pahala. Jika ia memerintahkan yang selainnya, ia harus bertanggung jawab atas tindakannya (HR al-Bukhari).
 
Penerapan aturan Islam dalam semua aspek kehidupan akan menjamin perwujudan masyarakat yang hidup yang aman, tenteram,sejahtera dan saling menghargai.  Semua itu akan terwujud nyata ketika aturan Islam diterapkan secara kaffah. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *