PERTUNJUKAN DEKONTRUKSI LEGENDA SANGKURIANG
Dimiliki atau tidak sama sekali.
Didapatkan atau dihancurkan sekalian.
BANDUNG BBCom-Konflik dalam “Dekontruksi Legenda Sangkuriang” yang di persepsikan creamerbox kali ini, ketika luka menjadi alasan untuk menghindari kesepakatan sebagai pemicu konflik dalam kisah asmara Dekontruksi Legenda Sangkuriang, juga upaya memberikan rintangan yang ditawarkan Dayang Sumbi kepada Sangkuriang nyaris diselesaikan, namun Dayang Sumbi dapat mengagalkannya dengan membunyikan kentongan dan mengibarkan kain sutra berwarna merah yang membuat murka Sangkuriang
Perseteruan asmara dari kisah Sangkuriang menjadi fokus dalam pertunjukan kali ini, karakter “anjing hitam”di persepsikan sebagai ilustrasi dari lelaki simpanan, yang menerima hubungan tanpa ikatan dengan Dayang Sumbi. Mengangkat intrik asmara Dayang Sumbi yang berupaya untuk menolaknilai dari kesepakatan ikatan yang diharapkan Sangkuriang.
Dekontruksi Legenda Sangkuriang, akan di pentaskan Hari Sabtu 20 Mei 2017, Pukul:19:30 WIB. di Sanggar Olah Seni Babakan Siliwangi Bandung. Dekontruksi Legenda Sangkuriang yang diangkat menjadi sebuah seni pertunjukan oleh kelompok seni pertunjukan creamerbox, merupakan tafsir dari Legenda Sangkuriang dengan menggunakan sudut pandang yang berbeda pada umumnya.
Pentas ini terbuka untuk umum, tidak dipungut biaya. Pertunjukan kali ini melibatkan aktor dengan profesi yang berbeda beda: NandiOdoy yang mempunyai displin imu di bidang videografi, Wikky Riot yang mempunyai profesi sebagai fotomodel, Dadang Atmo merupakanpentolan bandRock n Roll Billy DeKids juga di dukung penataan music oleh Kolenang yang berprofesi sebagai guru seni musik, Dasep Sumardjani sebagai penata cahaya, dan di gawangi oleh sutradara creamerbox yaitu Bob Teguh.
Sekilas mengenal Creamerbox
Creamerbox adalah kelompok seni pertunjukan Produksi perdananya, Waiting for Godot, karya Samuel Beckett (2001-2002), langsung mempertontonkan ‘kesewenangan’ watak eksploratifnya. Peran yang seharusnya empat, diubah jadi dua. Kelompok asal Bandung yang resmi berdiri pada 2000 ini, dalam garapan selanjutnya tak memperdulikan perfeksionisme perwujudan pentas, rambu-rambu normatif, ataupun otoritas teks. CreamerBoxtampak ‘sewenang-wenang’ memperlakukan teks. Teks literal ‘dibunuh’ dan jasadnya dicincang demi penghadiran pentas yang berwajah lain. Bahkan teks dengan jahitan plot yang rapat dieksekusi hanya jadi komposisi bunyi.Pentas-pentas CreamerBox banyak memperlihatkan visualisasi aksi yang kental. Bahasa visual gerak dihidupkan untuk melawan hegemoni teks dan narasi verbal. Akrobatik: salto, jumpalitan serta eksplorasi gerak dan ekstremitas tubuh menjadi salah satu model eksplorasinya. Mewujudkan komposisi rupa yang bergerak. (ts)