Dua tahun jelang Pilwalkot Cimahi.
Oleh : Teddy goeswana- redaksi bandung berita

Tahun 2022 adalah akhir masa jabatan walkot dan wawalkot Cimahi. Dalam tatanan politik jelang pemilihan kepala daerah, kurun waktu dua tahun menjadi momentum, baik bagi petahana maupun figur yang berniat turut berkiprah dalam perebutan kursi walkot dan wawalkot untuk ancang ancang mempersiapkan strategi guna meraih suara masyarakat.
Begitupun bagi kalangan parpol, saat ini dipastikan sudah mulai bergerak mencermati, mendekati, dan kemudian merekrut figur figur yang nantinya pantas dan layak diloloskan untuk bertarung dalam meraih kursi walkot dan wawalkot Cimahi. Para kondisi ini, strategi bergaining secara politis (mudah mudahan tidak ada bergaining finansial) akan mulai berjalan pada tatanan yang ketat. Tidak heran jika dari saat ini sudah mulai bermunculan isu tentang nama nama yang akan maju pada pilwalkot dan wawalkot Cimahi tahun 2022. Hal ini terutama terjadi di kalangan elit politik di kota Cimahi.
Dalam tatanan demokrasi, warga masyarakat memiliki hak untuk maju dalam ajang pemilihan kepala daerah. Mekanismenya tidak lagi “drop” dari atas (top down), tetapi muncul dari bawah (bottom up), yang kemudian rakyat menjadi penentu siapa yang layak dipilih untuk menjadi kepala daerah. Namun pada kondisi ini, karena rakyat menjadi penentu, kerapkali terjadi “finansial bargaining” antara calon kepala daerah dengan rakyat yang berwujud money politic. Meski hal ini merupakan kondisi tidak sehat dan bertendensi kecurangan, namun siapa yang bisa menjamin hal itu tidak akan terjadi?
Masyarakat Cimahi sendiri diharapkan sadar betul untuk benar benar memilih pemimpin yang kredibel, bukan yang muncul karena kekuatan finansial semata, tapi yang memiliki visi, potensi, kemampuan, dan integritas yang mumpuni. kemudian yang patut dipahami oleh warga kota Cimahi adalah, bahwa memilih walkot dan wawalkot Cimahi, landasannya adalah memilih pemimpin, bukan memilih penguasa.
Dalam beberapa teori, pemimpin adalah sosok yang mampu mewujudkan dan membawa daerah ke arah yang makin maju dan mensejahterakan masyarakatnya. Sedangkan penguasa adalah sosok uang berpotensi otoriter yang cenderung mementingkan diri sendiri dan kelompoknya tanpa berfikir akan mensejahterakan masyarakat yang dipimpinnya.
Hingga kini, kepemimpinan kota Cimahi telah dijalankan oleh keragaman figur. Ketika awal berdiri, kota Cimahi dipimpin oleh figur yang murni berasal dari kalangan birokrat. kemudian muncul walkot dari masyarakat biasa yang notabene masih istri walkot terdahulu. Kemudian muncul walkot dari figur pengusaha. Keragaman ini tentu telah memberi pelajaran bagi masyarakat kota Cimahi tentang siapa yang benar benar bisa menjalankan amanah kepemipinan dan siapa yang cenderung tidak amanah bahkan cenderung korup.
Bertolak dari kondisi itu, maka pada tahun 2022, masyarakat kota Cimahi tentu sudah sadar betul siapa yang layak dipilih untuk menjadi walikota dan wakilnya. lihat saja janjinya apakah cukup riil ataukah justru mengawang awang yang akan sulit diwujudkan. Selain itu, lihat pula latar belakang dan track recordnya apakah sudah teruji atau masih diragukan. ingat, memilih pemimpin itu bukan memilih kucing dalam karung, tetapi memilih figur yang bisa mewujudkan kamajuan daerah dan mensejahterakan masyarakat yang dipimpinnya. Nah..siapakah nanti yang layak? Kita tunggu saja. (Tulisan ini merupakan pendahuluan jelang pilwalkot Cimahi, kedepan akan lebih mendalam)