BANDUNG | BBCOM – Film Musuh Dalam Selimut tak hanya menyuguhkan drama rumah tangga yang menyesakkan, tetapi juga membuka percakapan tentang kepercayaan, pengkhianatan, dan luka emosional yang kerap tersembunyi di balik hubungan paling dekat. Para pemerannya pun mengaku terlibat secara emosional dalam proses pendalaman karakter.
Yasmin Napper, yang memerankan Gadis, menyebut karakter ini sebagai salah satu peran paling sunyi namun berat yang pernah ia jalani.
“Gadis itu tidak banyak berteriak atau meluapkan emosi. Justru rasa sakitnya dipendam. Tantangannya adalah menyampaikan luka itu lewat tatapan, jeda, dan bahasa tubuh,” ujar Yasmin.
Ia menambahkan, trauma kehilangan yang dialami Gadis sejak kecil membuat pengkhianatan terasa berlipat ganda.
“Saat ia tahu orang-orang terdekatnya berkhianat, itu bukan cuma soal cinta, tapi rasa ditinggalkan lagi untuk kesekian kalinya.”

Sementara itu, Arbani Yasiz mengakui karakter Andhika jauh dari tipikal sosok heroik.
“Andhika terlihat seperti suami ideal di awal penolong, perhatian, dan penuh empati. Tapi justru di situlah bahayanya. Ia tidak jahat secara frontal, melainkan lemah dalam batasan,” katanya.
Menurut Arbani, Andhika adalah representasi orang-orang yang menyakiti tanpa merasa diri mereka bersalah.
“Ia merasa semua masih bisa dikendalikan, padahal dampaknya menghancurkan.”
Peran Suzy yang hangat sekaligus manipulatif dihidupkan dengan intens oleh Megan Domani, Ia menyebut Suzy sebagai karakter paling ambigu.
“Suzy tidak sepenuhnya merasa dirinya antagonis. Ada luka, ada keinginan untuk memiliki apa yang tidak bisa ia punya,” jelas Megan.
Ia menambahkan, pendekatan Suzy yang penuh empati justru menjadi senjata paling berbahaya.
“Dia hadir sebagai ‘perempuan paling mengerti’, sampai akhirnya kehangatan itu berubah menjadi ancaman.”
Deretan pemeran pendukung turut memperkuat atmosfer cerita. Cakrawala Airawan sebagai Indarto, atasan Gadis, menggambarkan bentuk kekerasan yang kerap dianggap sepele.
“Kadang yang paling menakutkan bukan kekerasan fisik, tapi penyalahgunaan kuasa yang dibungkus profesionalisme,” ujarnya.
Bagi para pemain, Musuh Dalam Selimut bukan sekadar drama perselingkuhan. Film ini menjadi cermin tentang batas kepercayaan dan keberanian menghadapi kebenaran.
“Ini cerita tentang perempuan yang memilih berdiri, meski hatinya remuk,” tutup Yasmin.
Dengan tensi yang dibangun perlahan dan emosi yang terjaga, Musuh Dalam Selimut mengajak penonton menyelami fakta pahit: terkadang, ancaman terbesar justru datang dari orang yang paling kita percaya. (kdp)















