Penulis : Ariefdhianty Vibie, S.S.
Kawasan Metropolitan baru di Jawa Barat dipercaya akan bisa memajukan perekonomian masyarakat Jabar. Baru-baru ini, Bupati Cirebon Imron Rosyadi menyebutkan, bahwa Kabupaten Cirebon diproyeksikan menjadi kawasan industri dalam pengembangan Rebana Metropolitan di Jawa Barat, berkat potensi dan regulasi investasi yang mendukung sektor ekonomi baru tersebut.
Guna mempercepat pertumbuhan industri baru, Pemerintah Kabupaten Cirebon sudah menjalankan beberapa program strategis. Misalnya, dengan membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk mengoptimalkan serapan investasi dari investor. Imron menilai pembentukan satgas itu pada akhirnya cukup berdampak pada iklim investasi di Kabupaten Cirebon yang disebut mengalami pertumbuhan positif sepanjang 2023 (antarajabar, 25/01/2024).
Kawasan Rebana Metropolitan ini diperkenalkan pertama kali sejak tahun 2020 oleh Gubernur Jawa Barat saat itu, yakni Ridwan Kamil. Rebana Metropolitan melingkupi tujuh daerah, yaitu Kabupaten Sumedang, Majalengka, Cirebon, Subang, Indramayu, dan Kuningan, serta Kota Cirebon.
Rebana Metropolitan diproyeksikan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi Jabar di masa depan melalui pengembangan kawasan industri yang terintegrasi, inovatif, kolaboratif, berdaya saing tinggi, serta berkelanjutan. Nantinya, masing-masing kawasan tersebut harus memiliki fungsi work, live, and play alias bekerja, tinggal, dan bermain (bappeda.jabarprov.go.id, 16/11/2020).
*Investasi dan Korelasinya dengan Ekonomi Rakyat*
Rebana Metropolitan hanyalah satu dari sekian proyek investasi yang dicetuskan oleh pemerintah Jokowi saat ini. DIgadang-gadang sebagai roda penggerak ekonomi Jabar, Rebana Metropolitan akan mampu meningkatkan nilai investasi hingga 17% dan mampu menyerap 4,3 juta tenaga kerja (bappeda.jabarprov.go.id, 16/11/2020).
Dalam kapitalisme, investasi dinilai sebagai usaha yang positif karena disinyalir mampu meningkatkan perekonomian negara. Dari dana yang masuk lewat investasi, industri pun bergerak, pembangunan negara ikut berjalan, dan berakhir pada rakyat yang merasakan dampak positif dari investasi ini.
Pemerintah mungkin bisa berbangga hati dengan tingginya nilai investasi sepanjang tahun 2023. Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi sepanjang 2023 mencapai Rp1.418,9 triliun. Capaian tersebut melampaui target (101,3 persen) yang sebelumnya ditetapkan sebesar Rp1.400 triliun dengan total penyerapan tenaga kerja sebanyak 1.823.543 orang (menpan.go.id, 24/01/2024).
Namun realitas berbicara lain. Faktanya, tingginya angka investasi di negeri ini justru sama sekali tidak berkorelasi positif terhadap peningkatan ekonomi rakyat. Kemiskinan dan pengangguran masih menjadi pemandangan umum yang merata di seluruh wilayah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat persentase penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan pada Maret 2023. Pada bulan tersebut, persentase penduduk miskin mencapai sebesar 9,36% atau mencapai 25,9 juta orang. Meskipun menurun jumlahnya, namun tingkat kemiskinan pada Maret 2023 belum pulih seperti masa sebelum pandemi (cnbcindonesia.com, 17/07/2023). Ini yang baru tercatat pada kuartal pertama 2023.
Sebenarnya, garis kemiskinan di Indonesia sudah tidak relevan lagi. Pada 2023, Indonesia termasuk negara berpendapatan menengah atas. Menurut standar negara dengan kategori ini, seseorang dianggap miskin jika penghasilan atau pengeluarannya kurang dari $6,85 PPP per hari, atau sekitar Rp 1,2 juta per bulan. Standar yang digunakan terlampau rendah, perhitungan garis kemiskinan saat ini juga tidak mencerminkan keadaan sebenarnya (smeru.or.id).
*Investasi Hanya Untungkan Oligarki*
Realitasnya, investasi sejatinya untuk kepentingan oligarki, bukan untuk kesejahteraan rakyat. Di samping itu terjadi juga greenwashing, perusakan lingkungan, dan hanya fokus pada profit atau pertumbuhan kekayaan perusahaan dan individu, daripada pemerataan ekonomi yang berkeadilan.
Investasi dalam kapitalisme jelas telah merusak alam disamping juga merugikan rakyat.
Penduduk miskin terus bertambah, dan sebaliknya harta kekayaan orang kaya semakin meningkat. Investasi jelas bukan diperuntukkan bagi rakyat kecil dan menengah, melainkan untuk mereka yang berkuasa dan memiliki modal. Walhasil, kesejahteraan rakyat kecil terabaikan karena kepentingan oligarki.
Rakyat selalu menjadi korban keserakahan oligarki. Bahkan, janji manis bahwa investasi akan membuka lapangan kerja ternyata omong kosong belaka. Tingginya nilai investasi ternyata tidak sebanding dengan pembukaan lapangan kerja. Pengangguran tetap saja tinggi.
*Investasi dalam Islam*
Dalam sistem Islam, investasi seharusnya ditujukan untuk kepentingan rakyat demi kesejahteraan hidup. Tugas penguasa adalah bertanggung jawab terhadap seluruh kebutuhan rakyat. Rasulullah saw. bersabda, “Imam/khalifah itu laksana gembala dan ialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, Negara dalam Islam bertanggung jawab agar investasi berjalan sesuai koridor syariat.
Investasi memang diperbolehkan karena termasuk ke dalam bentuk pengembangan harta. Namun, investasi dalam Islam haruslah terikat pada hukum syariat. Investasi asing tidak boleh masuk dalam pengelolaan SDA milik umum, kebutuhan pokok rakyat, ataupun kebutuhan hidup orang banyak. Investasi ribawi dan melanggar syariat juga tidak akan diperbolehkan. Investasi asing juga tidak boleh menjadi jalan penjajahan ekonomi yang mengancam kedaulatan negara.
Negara juga harus mengelola harta milik umum dan milik negara secara optimal dan amanah sehingga dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Negara akan menjamin kebutuhan asasi tiap individu dan membuka peluang bagi rakyat untuk terpenuhi kebutuhannya secara menyeluruh. Negara pun akan membuka lapangan kerja, memudahkan investasi syariah dengan syirkah, menjalankan mekanisme non ekonomi, yakni zakat, infak, sedekah, dan wakaf, untuk menjaga keseimbangan ekonomi negara.
Beginilah bentuk investasi menguntungkan untuk rakyat. Namun, hal ini hanya akan bisa terwujud ketika sistem Islam diterapkan dalam negara.
Wallahu’alam bishowab.