DPRD Menilai Program Rutilahu di Muara Enim Kurang Selektif

MUARA ENIM BBCom – Juru Bicara Komisi IV DPRD Muaraenim, Fitrianzah. SH pada rapat paripurna dipimpin Ketua DPRD, Aries HB SE, Senin (13/8/2018) menilai pemberian bantuan rumah tidak layak huni (Rutilahu) bantuan pemerintah pusat yang dikelola Pemkab Muara Enim dinilai kurang selektif.

Fitrianzah beralasan, masih dijumpai masyarakat yang seharusnya menerima bantuan rumah tidak layak huni ternyata tidak menerimanya, sementara masyarakat yang seharusnya tidak mendapatkan bantuan rumah layak huni tetapi justru menerimanya.

“Kami temukan masyarakat yang seharusnya tidak menerima rumah tidak layak huni, tetapi faktanya justru menerima. Untuk itu Komisi IV meminta kepada eksekutif melakukan pengawasan terhadap kegiatan bantuan rumah tidak layak huni. Terutama proses pembangunan rumah tidak layak hini, sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan aturan yang ada,” jelasnya.

Rapat paripurna yang dihadiri Penjabat Bupati Muaraenim Teddy Meilwansyah. S.STP. MM dengan agenda penyampaian laporan Komisi-Komisi terhadap perubahan APBD Muara Enim tahun 2018. Pada rapat paripurna tersebut, Perubahan APBD Muara Enim 2018 dengan jumlah Rp 2,432 triliun disahkan dewan.

Selain itu komisi ini juga meminta agar pembangunan perumahan baik yang dilakukan pemerintah daerah maupun pihak swasta, agar Organisasi perangkat Daerah (OPD) terkait untuk memperhatikan dampak lingkungan dan dampak sosial bagi masyarakat.

Tujuannya agar tidak terjadi hal hal yang tidak diinginkan seperti banjir, tanah longsor dan lainnya.

Sementara Juru Bicara Komisi II, Samudera Kelana menyoroti program Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruangan (PUPR). Karena dilapangan masih ada penyedia jasa atau kontraktor yang persentase pekerjaan fisiknya tidak sesuai dengan schedule yang direncanakan.

Komisi II mengharapkan agar pekerjaan harus tuntas dilaksanakan jangan setengah setengah. Artinya, pengerjaan ruas jalan sampai selesai dilaksanakan. Kemudian dalam pelaksanaan pekerjaan, pihak kontraktor harus memperhatikan kepentingan masyarakat pengguna jalan. Jangan sampai masyarakat menjadi terganggu dan kurang nyaman dengan keberadaan proyek yang dikerjakan tersebut.

Komisi II meminta agar intanstai terkait menghindari semaksimal mungkin satu perusahaan atau pemborong mendapatkan pekerjaan lebih dari 3 kegiatan, terutama pemborong hanya hanya mengandalkan modal APBD.

“Bila ini terjadi, maka otomatis pelaksanaan kegiatan di lapangan akan lambat mengingat pelaksanaan di lapangan tidak mungkin serentak dilakukan oleh pihak ketiga tersebut,” tegasnya.

Penjabat Bupati Muaraenim Teddy Meilwansyah. S.STP. MM mengaku bahwa semua saran, masukan dan kritik yang disampaikan dewan akan menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi eksekutif.

Diterangkanya, bahwa dengan diterima dan disetujuinya RAPBD Perubahan 2018 menjadi keputusan bersama antara DPRD dan Pemkab Muaraenim maka sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) dan secepatnya akan disampaikan kepada Gubernur Sumsel untuk dievaluasi, sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014.

“Kita berharap proses evaluasi oleh Gubernur Sumsel tidak akan terlalu lama, sehingga apa yang telah diprogramkan dapat dilaksanakan dengan baik,” lugasnya, (DAFRI. FR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *