Buruh  Keluhkan PP 78Tahun 2015 Ke DPRD Jabar

filename_0pengurus-psp-spn-se-kab-bogor-audensi-dengan-dprd-kab-bogorBANDUNG BB.Com–Perwakilan buruh yang tergabung dalamSerikat Pekerja Nasional (SPN), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)beraudiensi dengan Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat. Mereka menuntut adanya tindak lanjut dari pemerintah daerah terkait PP no 78 Tahun 2015 tentang pengupahan, pencabutan Tax Amnesty (pengampunan pajak) bagi kaum buruh.

Ketua Komisi V DPRD Jabar, H. Syamsul Bachry, SH, MBA mengatakan, secara substansi dewan sudah dapat menyimpulkan tuntutan kaum buruh. Sehingga dalam hal ini langkah konkritnya dewan akan memfasilitasi agar buruh dapat bermidiasi langsung dengan Gubernur Jabar. Sehingga mudah-mudahan persoalan ini dapat segera diapresiasi Gubernur Jabar.

“Kami siap untuk memfasilitasi baruh agar bertemu langsung dengan Gubernur Jabar terkait dengan tuntutan ini,” ujar Syamsul di Gedung DPRDJabar, Jalan Diponegoro, Nomor 22 Kota Bandung, Rabu (5/10/2016).

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi JawaBarat, Ferry Sofwan mengatakan, menindaklanjuti tuntutan aksi buruh yang digelar pada Kamis,  (29/9/2016) lalu dibahas dengan Komisi V DPRD Jabar. Tahapan demi tahapan harus ditempuh menrujuk pada peraturan yang berlaku. Sehingga diharapkan audiensi aspirasi ini dapat memudahkan untuk ditindaklanjuti ke pemerintah pusat. Masukan-masukan positif akan dilaporkan kepada pemeritah pusat untuk dibahas lebih lanjut. Setelah itu menunggu hasil keputusan dari pemerintah pusat.

“Tahapan pembahasan ini akan kita rekomendasikan kepemerintah pusat dengan tuntutan yang disuarakan buruh,” ujar Ferry.Koordinator SPN, Iyan mengatakan, keluhan para buruh dengan melakukan aksi lantaran beberapa upaya yang ditempuh untuk menyuarakan aspirasi buruh tidak mendapatkan respon dari pihak berwenang. Sehingga aspirasi itu buruh suarakan melalui unjuk rasa. Setidaknya ditingkat pemerintah provinsi dapat merekomendasikan kepada pemerintah pusat untuk mewakili aspirasi buruh.

“Kami menyadari bahwa kebijakan PP 78 ini kebijakan berskala nasional, dampaknya tidak hanya bagi buruh di Jabar saja.  Tetapi setidaknya pemprov dapat merekomendasikan ke pemeritah pusat untuk mengkaji  kembali,” ujar Iyan.Selain itu, kata dia. Buruh mendesak kepada gubernur untuk menentukan Upah Minimum Kabupaten Kota (UMK) disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak di tingkat pemerintah daerah. Faktanya, dibeberapa daerah UMK yang mengacu pada PP 78 melebihi aturan dari kebijaka itu sendiri. Misalnya Kabupaten Ciamis yang kenaikan upahnya mencapai 15 persen. Padahal, seharusnya mengikuti aturan hanya diperbolehkan kenaikannya 11 persen. (red)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *