Agroforestri Sebagai Awal Pemulihan Hulu DAS Citarum

BANDUNG BB.Com–Banjir saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau adalah indikator yang  menunjukkan fakta bahwa telah terjadi kerusakan Daerah Aliran Sungai. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang kritis, terutama di bagian hulu, telah menurunkan kemampuan daya dukung pasokan air hal ini disebabkan Ketidaksesuaian pengelolaan lahan pertanian telah menimbukkan permasalahan lingkungan terutama pada lahan budidaya pertanian di kawasan hulu DAS Citarum. Kurangnya penerapan teknologi konservasi tanah dan air, degradasi lahan yang mengakibatkan erosi, kurangnya vegetasi penutup lahan yang bersifat lindung, serta masih kurangnya kesadaran petani terhadap pelestarian lingkungan menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.untitled

Kondisi ini yang juga kemudian menyebabkan kekritisan lahan di hulu Sungai Citarum yang akhirnya juga berdampak pada menurunnya produktivitas lahan pertanian serta kesejahteraan petani, permasalahan dan tantangan dilapangan DAS Citarum Hulu adalah lahan kritis tersebar sebagian besar di lahan negara, sebagian besar lahan milik yang digarap masyarajat dikuasai oleh orang kaya, lahan kritis sebagian besar berupa ladang sayuran dikelerengan yang curam, dan masyarakat tidak mau membuat teras bangku, sedangkan masalah yang ditimbulkan di hilir merupakan rentetan yang terjadi di hulu dan bersifat kompleks. Di hulu DAS Citarum terjadi perubahan fungsi dan tataguna lahan, sehingga berpengaruh terhadap sumber daya air, mengingat DAS/sub-DAS merupakan unit hidrologi yang independen.

Penurunan ekosistem DAS Citarum ini memang mendapat perhatian serius Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Terbukti, DAS Citarum termasuk salah satu dari 15 DAS Prioritas Indonesia dalam Program Quick Win untuk ditangani pemulihannya. Upaya rehabilitasi dan penyelamatan telah dilakukan melalui berbagai program dan proyek, baik oleh pemerintah, bantuan luar negeri maupun para pihak terkait.

DAS Citarum ini punya tiga waduk besar: Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Tiga waduk ini menghadapi tingkat erosi dan sedimentasi yang berat. Tak hanya itu. Yang memprihatinkan adalah tingkat pencemaran di tiga waduk tersebut sudah masuk kategori mengkhawatirkan.

Tingginya konsentrasi polutan tersebut antara lain disebabkan banyaknya aktivitas masyarakat di sempadan anak sungai yang bermuara ke Sungai Citarum dan membuang air limbah dan limbah padat ke sungai. Di samping itu, kemiringan hidrolik Sungai Citarum yang sangat kecil (landai) menyebabkan terakumulasinya polutan yang masuk dan reaerasi yang terjadi juga sangat lambat, sehingga kemampuan sungai memurnikan sendiri (self furification) sangat kecil, yang akhirnya menyebabkan konsentrasi bahan pencemar di kolom air tinggi.

Dengan kondisi itu, tidak aneh jika penanganan pemulihan DAS Citarum masuk dalam kategori prioritas. Peningkatan status dari prioritas jadi sangat prioritas ini memang punya dua makna. Pertama, upaya penyelamatan DAS Citarum selama ini belum optimal, sementara intensitas kerusakan malah meningkat. Kedua, dari sisi evaluatif pertanyaan mengenai efektivitas pendekatan yang dipakai dalam upaya penyelamatan DAS Citarum selama ini menjadi sangat relevan

Strategi pelestarian SDA DAS Citarum adalah bagaimana menahan air hujan sebanyak dan selama mungkin dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air, baik melalui cara vegetatif, agronomi, sipil teknis, managemen maupun penerapan teknologi baru.

Momentum penerapan teknik Konservasi Tanah dan Air (KTA) itu saat ini tepat sekali, terutama dengan telah diterbitkannya UU No. 37 Tahun 2014 tentang KTA termasuk PP Penyelenggaraan KTA .

Rehabilitasi DAS Citarum itu dilakukan atas kerja sama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dengan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat.

Kepala Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung Kementerian LHK Dodi Susanto menuturkan, di DAS Citarum terdapat sub-DAS Ciminyak dan Cihaur, yang berada di wilayah KBB. Peran serta pemerintah daerah diperlukan untuk mengatasi persoalan lahan kritis. “Kerja sama ini bertujuan untuk mencapai sinergitas dalam rangka penanganan DAS prioritas dan lahan kritis oleh para pihak dalam pemulihan DAS dan kualitas kawasan dan luar kawasan, khususnya di DAS Citarum sub-DAS Ciminyak dan Cihaur,” kata Dodi, Dia menyebutkan, sub-DAS Cimenyak melewati Kecamatan Gununghalu, Cipongkor, Cililin, Sindangkerta, dan Cihampelas. Sementara sub-DAS Cihaur melintasi Kecamatan Batujajar, Ngamprah, Padalarang, dan Saguling.Sementara “Kegiatan rehabilitasi yang dilakukan di 9 kecamatan dan 56 desa di Bandung Barat itu ialah agroforestri (penggabungan pola pertanian dan kehutanan) seluas 2.000 hektar, dan kegiatan sipil teknis, yaitu pembangunan dam penahan 25 unit, gully plug 150 unit, dan sumur resapan air 700 unit,” paparnya, kegiatan agroforesti tersebut merupakan salah satu program untuk memperbaiki ekosistem alam yang rusak dengan melakukan pengendalian erosi, “Kegiatan agroforestri merupakan penanaman di luar kawasan hutan, memadukan kegiatan pengelolaan hutan ataupun pohon kayu-kayuan dengan penanamn komoditas tanaman jangka pendek atau semusim,luas kawasan DAS Citarum yang dimanfaatkan untuk kegiatan agroforestri atau wanatani pada 2016 lebih kecil dibandingkan 2015 yang mencapai 5.500 ha. Sedangkan target kegiatan wanatani dalam lima tahun ke depan di DAS Citarum yang meliputi Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat seluas 84.173 ha, “Perubahan penggunaan lahan, perlakuan terhadap lahan yang salah, menjadi salah satu faktor utama penyebab semakin besarnya lahan kritis, erosi lahan dan aliran permukaan,” katanya, program Agroforestri bersifat swakelola yakni dari petani, oleh petani dan untuk petani. “Berbeda dengan program-program sejenis sebelumnya bersifat ‘top down’ untuk kali ini sifatnya dari bawah, yakni petani yang mengajukan Rencana Usulan Kerja Kelompok (RUKK) ke pemerintah (BPDAS)

Dengan telah dilaksanakannya program kegiatan agroforestri sebagai awal dari salah satu cara pemulihan hulu DAS Citarum, kegiatan agroforesti tersebut merupakan salah satu program untuk memperbaiki ekosistem alam yang rusak dengan melakukan pengendalian erosi Sebagaimana pemanfaatan lahan lainnya, agroforestri dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Agroforestri diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya mendesak. Agroforestri utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut merupakan refleksi dari adanya konservasi sumber daya alam yang optimal oleh sistem penggunaan lahan yang diadopsi.

Dalam mewujudkan sasaran ini, agroforestri diharapkan lebih banyak memanfaatkan tenaga ataupun sumber daya sendiri (internal) dibandingkan sumber-sumber dari luar. Di samping itu agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia, khususnya di daerah pedesaan. (TR-01)


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *